Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al Fathani

Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al Fathani
Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al Fathani

Syekh Ahmad bin Muhammad Zain bin Mustafa bin Muhammad bin Muhammad Zainal Abidin, lebih dikenal dengan nama Syekh Ahmad al-Fathani, dilahirkan pada tanggal 10 April 1856 M/5 Sya‘ban 1271 H di Jambu, Jerim, Pattani, Thailand Selatan. Ayah dan ibunya merupakan keturunan pembesar Daulah Fathani Darussalam. Sedangkan kakeknya, Syekh Mustafa al-Fathani, yang bergelar ‘Datuk Panglima Kaya Fathani‘ adalah seorang hakim yang bertugas menentukan sah dan tidaknya pelantikan seorang raja dan pembesar kerajaan di Daulah Fathani Darussalam, Thailand Selatan.

Ia lahir dalam kondisi negerinya tertindas dan terjajah, sehingga memaksa dia dan orang tuanya untuk pindah ke Mekah, Saudi Arabia. Sebelum hijrah ke Mekah, Syekh Ahmad al-Fathani pernah belajar ilmu agama kepada ayahnya, Muhammad Zain dan seorang ulama Daulah Fathani Darussalam, Syekh Abdul Kadir Mustafa. Pada tahun 1860, ia hijrah ke Mekah, mengikuti ayah dan ibunya, untuk menuntut ilmu agama.

Di Mekah, ia memiliki kesempatan untuk belajar agama kepada beberapa ulama, baik ulama Melayu ataupun ulama Arab yang bermukim di kota ini. Dengan demikian, ia tumbuh dan besar dalam lingkungan dan budaya yang sangat menghargai ilmu pengetahuan. Selama di Mekah, ia menunjukkan diri sebagai anak yang rajin belajar. Ia dikenal memiliki kemampuan menghafal yang luar biasa. Dalam usianya yang masih sangat belia, ia telah mampu mengajar ilmu tata bahasa Arab (nahwu dan sharaf).

Syekh Ahmad al-Fathani kemudian pergi ke Baitul Maqdis untuk menuntut ilmu kedokteran/ilmu tabib. Menurut riwayat, beliaulah orang Melayu pertama yang mahir ilmu tabib dan mendapat pendidikan khusus di bidang tersebut.Pendidikan ketabiban yang dikuasainya telah membedakan dirinya dengan tabib-tabib tradisional saat itu. Di kota Baitul Maqdis inilah ia mendapat inspirasi untuk menulis bukunya yang berjudul “Thayyib al-Ihsan fi Thib al-Insan”.

Setelah itu, ia kembali ke Mekah untuk meneruskan belajar kepada guru-guru Pattani, seperti Syekh Daud bin Abdullah al-Fathani. Beberapa tahun kemudian, ia pergi menuntut ilmu ke Mesir; negeri yang terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan keislaman dengan kemegahan Universitas Al-Azharnya. Di negeri ini, ia tercatat sebagai pelajar pertama dari Asia Tenggara. Sekembalinya dari Mesir, ia kemudian mengajar di Mekah selama kurang lebih 15 tahun.

Menurut riwayat, selama belajar di Mesir, Syekh Ahmad Al-Fathani telah mulai menulis buku-buku tentang ilmu tata bahasa Arab. Karya-karyanya kemudian dikenal oleh banyak orang sehingga ia dianggap sebagai salah satu pakar bahasa Arab di kota Mekah. Kepakarannya dalam bahasa Arab didengar oleh raja Mekah, sehingga ia kemudian diangkat menjadi ahli bahasa kerajaan (Arab Saudi: sekarang) di bawah pemerintahan Turki Usmani. Ia termasuk salah satu ulama Melayu yang menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan menulis lebih dari 100 buku.

Karya-karyanya ditulis dalam berbagai bahasa; bahasa Arab 32 buah, bahasa Melayu 22 buah, dan di bidang pentashihan 36 buah. Ia wafat di Mina ketika sedang melaksanakan ibadah haji pada tanggal 11 Zulhijah 1325 H/14 Januari 1908 M dan dimakamkan dekat makam Umul Mukminin ‘Siti Khadijah‘ di Ma‘la, Mekah, Saudi Arabia.

Pemikiran

Tidak disangkal bahwa adanya jaringan ulama Nusantara yang terbangun sejak abad 17 telah menunjang penyebaran keilmuan dan keintelektualan Islam di Melayu. Ulama-ulama tersebut berperan besar dalam menunjang kemajuan peradaban Islam. Salah seorang di antara ulama tersebut adalah Syekh Ahmad Al Fathani.

Menurut Mohd. Shaghir Abdullah (sejarawan sekaligus peneliti manuskripMelayu), peran serta Syekh Ahmad al-Fathani dalam menyebarkan berbagai disiplin ilmu pengetahuan di daratan Melayu tidak dapat dianggap kecil. Sebab, selain menulis ratusan buku dalam berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan yang telah tersebar di berbagai wilayah Nusantara, ia juga telah berjasa dalam mendidik banyak ulama, baik ulama yang berasal dari Indonesia, Pattani (Thailand Selatan), maupun dari Malaysia.

Di antaranya adalah KH. Muhammad Khalil (Madura, Indonesia), Syekh Basyuni Imran Maharaja Imam Sambas (Kalimantan Barat, Indonesia), Syekh Muhammad Mahfuz at-Tarmasi (Pacitan, Jawa Timur, Indonesia), Syekh Abdul Hamid (Asahan, Sumatera Barat, Indonesia), Tok Kelaba al-Fathani (Pattani, Thailand Selatan), Sultan Zainal Abidin III (Trengganu, Malaysia), Abdullah bin Musa (Mufti dan Hakim Johor, Malaysia), dan masih banyak lagi di antara mereka yang belum disebut di sini.

Menurut riwayat, Syekh Ahmad al-Fathani menguasai tidak kurang dari sepuluh bidang ilmu pengetahuan, di antaranya: pemikiran Islam dan Melayu, politik, pemerintahan, ekonomi, teknologi, pendidikan, pengobatan, kemasyarakatan, sejarah, geografi, sosiologi, kaligrafi, dan pertanian. Dari sekian disiplin ilmu pengetahuan yang dikuasainya tersebut, pemikiran tentang pengobatan yang dituangkan dalam karyanya ‘Thayyib al-Ihsan fi Thib al-Insan‘ merupakan topik yang sangat menarik untuk dibicarakan. Sebab, metode pengobatan penyakit dengan menggunakan berbagai jenis tumbuhan dan tanaman (herbal) yang banyak diperbincangkan belakangan ini, sebenarnya telah dikupas secara mendalam oleh ulama asal Pattani ini lebih dari 100 tahun yang lalu.

Sayangnya, sejarah tentang metode pengobatan yang ditulisnya tidak banyak diketahui oleh generasi sekarang.Dalam ka ryanya ‘Thayyib al-Ihsan fi Thib al-Insan‘, Syekh Ahmad al-Fathani mengemukakan beberapa pendapatnya tentang metode pengobatan di dunia Melayu. Ia menyarankan kepada raja-raja Melayu agar menyediakan dana untuk penelitian tentang berbagai spesis tumbuh-tumbuhan yang ada di wilayah kerajaan mereka.

Hal ini karena banyak tumbuhan dan tanaman yang dapat dijadikan obat untuk mengobati berbagai macam penyakit. Menurutnya, bangsa Eropa, Cina, India, dan bangsa-bangsa lain telah lama menggunakan tumbuh-tumbuhan yang ada di wilayah kerajaan Melayu sebagai bahan obat-obatan.

Menurut Syekh Ahmad al-Fathani, ilmu pengobatan merupakan ilmu yang mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana cara menjaga kesehatan dan mengobati segala penyakit. Dengan demikian, tidak dapat dinafikan bahwa pengobatan dengan metode apapun memiliki kelebihan tersendiri.

Berkaitan dengan hal ini, ia mengutip hadis Nabi saw. yang mengatakan bahwa ada tiga perkara yang tidak boleh ditinggalkan oleh orang yang berakal: pertama, ilmu yang menjadi bekal hidup di akherat; kedua, pekerjaan yang menopang kehidupan dunia dan agama; ketiga, ilmu pengobatan (kedokteran) yang berguna untuk menghilangkan segala penyakit.

Melalui karyanya ‘Thayyib al-Ihsan fi Thibb al Insan‘, Syekh Ahmad al-Fathani juga memaparkan sebab terjadinya suatu penyakit. Misalnya, seseorang yang menahan sendawa dapat menyebabkan batuk, badan menggigil, dan sakit jantung. Orang yang menahan dari menguap dapat mengakibatkan badan menggigil, suara parau, dan kulit mengkerut. Orang yang menahan bersin dapat menyebabkan sakit kepala, mata kabur, dan tuli.

Orang yang selalu dalam keadaan lapar dapat mengakibatkan tuli, mata kabur dan kepala pusing. Ia menganjurkan agar setiap orang menyegerakan makan pagi dan makan malam karena dapat memelihara kesehatan mata. Selain itu, ia juga menganjurkan setiap orang agar sesering mungkin untuk minum air hangat karena dapat menghindarkan dari batuk.

Pemikiran Syekh Ahmad al-Fathani yang tertuang dalam karyanya “Thayyib al Ihsan fi Thibb al Insan‘, merupakan hasil pembelajarannya dari metode pengobatan yang ditulis oleh Ibnu Sina dan metode pengobatan yang berkembang pada zamannya. Karya “Al Qanun fi al- Tibb” atau “Norma-norma Kedokteran” adalah sumbangan terbesar yang diberikan Ibnu Sina. Al Qanunboleh dikata sebagai ensiklopedi pengobatan yang sangat lengkap. Buku ini menelaah ulang pengetahuan kedokteran.

Ibnu Sina tidak hanya menggabungkan pengetahuan yang telah ada, tapi juga menciptakan karya-karya orisinal yang meliputi beberapa pengobatan umum, obat-obatan (760 macam), penyakit-penyakit mulai dari kepala hingga kaki, khususnya patologi (ilmu tentang penyakit) dan farmakopeia (farmakope). Dengan demikian, tampak di sini bahwa Syekh Ahmad al-Fathani berusaha untuk menggabungkan antara metode pengobatan ala Ibnu Sina dan pengobatan tradisional yang menggunakan spesis tumbuh-tumbuhan (herbal) yang ada di wilayah kerajaan Melayu.

Karya-karya beliau

Sebagai seorang ulama yang menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan, Syekh Ahmad al-Fathani telah melahirkan lebih dari 160 judul buku, namun hanya sebagian kecil dari karyanya yang dapat dibaca hingga saat ini, di antaranya:

A. Karya-karya Syekh Ahmad al-Fathani yang berbahasa Arab, yaitu:
  1. Al-Fatawa al-Fathaniyah ( jilid 1). Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah, 1996.
  2. Al-Fatawa al-Fathaniyah (jilid 2). Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah, 1997.
  3. Faridat al-Fara‘id fi ‘Ilm al-‘Aqa‘id. Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah, 1996.
  4. Jumanat al-Tauhid.
  5. Munjiyatul ‘Awam li Manhaj al-Huda min al-Dzalam.
  6. Minhaj al-Salam.
  7. Hadiqat al-Azhar war Rayahin (jilid 1). Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah, 1992.
  8. Thayyib al-Ihsan Fi Thibbil Insan.
  9. Tashil Nayl al-Amani fi Syarh al-‘Awamil al-Jurjani.
  10. Mir‘at al-A‘aji.
  11. Al-Tsimar al-Syahiyah fima la Yastaghni al-Mubtadi‘un ‘anhu min al-Masa‘il al-Nahwiyah.
  12. Anbiyat al-Asma‘ wa al-Fa‘al.
  13. Aqidat al-Najin.
  14. Badru al-Tamam.
  15. Bahjat al-Mubtadi‘in wa Farhat al-Mujtahidin.
  16. Bisyarat al-‘Amilin wa Nadharat al-Ghafilin.
  17. Ghayat al-Idrak fi al-‘Amal bi Kurat al-Aflak.
  18. Al-Ibriz al-Sirf fi Fann al-Sarf.
  19. ‘Ilmu al-Isti‘arah.
  20. ‘Ilmu al-Sarf.
  21. Manzumat al-‘Awamil.
  22. Matn al-Madkhal fi ‘Ilmu al-Sarf.
  23. Nazm Nur al-An‘am.
  24. Al-Risalah al-Fahaniyah fi ‘Ilm an-Nahwi.
  25. Risalah fi al-‘Amal bi Rub‘ al-Da‘irah.
  26. Sabil al-Salam fi Syarh Hidayat al-‘Awamm.
  27. Tadrij al-Sibyan ila Tasywiq al-Bayan.
  28. Tahqiq Matn al-Sakhawi fi ‘Ilm al-Hisab.
  29. Tahqiq Wasilat al-Tullab li Ma‘rifat A‘mal al-Layl wa al-Nahar bi Tariq al-Hisab.
  30. Tasrih al-Ghawamil fi Syarh al-‘Awamil.
  31. ‘Unqud al-La‘ali‘.
  32. ‘Unwan al-Falah wa ‘Unfuwan al-Salah.
  33. Luqtat al-‘Ajlan fima Tamassu ilayhi Hajat al-Insan.

B. Karya-karya Syekh Ahmad al-Fathani yang berbahasa Melayu, yaitu:
  1. Badai‘uz Zuhur: Segugus Bunga Nan Indah (2 jilid). Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah, 1997.
  2. Tarikh Turki ‘Uthmaniyah.
  3. ‘Iqd al-Juma‘an.
  4. Kamus Arab-Melayu dan Bunyi Perkataan Melayu.
  5. Tarikh Lampung Pecah.

C. Karya-karya Tashih Syekh Ahmad Al-Fathani, yaitu:
  1. Mathla‘ al-Badrain wa Majma‘ al-Bahrain.
  2. Al-Kaukab al-Durriy fi al-Nur al-Muhammadiy.
  3. Ad-Durr al-Basim fi Ashhabi al-Kahfi wa al-Raqim.
  4. Kitabu al-Farqadain wa Jawahir al-‘Iqdain.
  5. Bidayat al-Hidayah.

Penghargaan beliau

Syekh Ahmad al-Fathani adalah salah satu ulama besar Melayu yang bermukim di Mekah, Saudi Arabia, yang dianggap sebagai pemikir terbesar dunia Melayu hingga saat ini. Ia pernah diberi kehormatan oleh pemerintah Turki untuk menjadi anggota tim ahli bahasa Arab dan Melayu pada tahun 1884 di Mekah. (Habib Ahmad bin Faqih basyaiban)
Info! Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al Fathani, jangan lupa + IKUTI website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat. Simak artikel kami lainnya di Google News.
Artikel Terkait

Tentang penulis

elzeno
Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesam…

Posting Komentar