Tuan Guru Haji Ismail al Patani

Tuan Guru Haji Ismail al Patani
Tuan Guru Haji Ismail al Patani

Bagi sebagian muslimin di Indonesia, apalagi bagi para penuntut ilmu agama, nama Patani bukanlah nama yang asing. Ia nama sebuah negeri Islam terkenal di Thailanda Selatan, yang selama berbada-abad menjadi salah satu pusat keilmuan Islam di Semenanjung Melayu.

Sebenarnya, selain Patani setidaknya ada tiga provinsi lain di Thailand Selatan yang juga didiami kaum muslimin dari bangsa Melayu, yaitu Yala, Naratiwat, dan Songkla. Tetapi tampaknya Patani yang paling dikenal luas di negeri-negeri lain, bahkan hingga di Timur Tengah.

Banyak ulama Patani yang terkenal, karya-karya mereka pun banyak. Siapa yang tak kenal Syaikh Daud bin Abdullah Al-Fathani, ulama Nusantara yang paling banyak menghasilkan karya fiqih dalam Madzhab Syafi`i? Ia ulama Nusantara pertama yang menulis fiqih Madzhab Syafi’i yang lengkap dalam seluruh judul kitab, bab, dan fasalnya, dengan kitabnya berjudul Hidayatul Muta`allim wa `Umdatul Mu'allim, yang ditulis tahun 1244 H/1828 M. Masih banyak lagi karya beliau.

Syaikh Daud bukan hanya satu-satunya ulama Patani yang terkenal dan yang menghasilkan karya-karya yang berbobot. Masih banyak nama besar yang lainnya yang tak cukup ruang di sini untuk menuliskan dan memmerincinya.

Di masa kini pun, tokoh-tokoh ulama Patani terus bermunculan melanjutkan estafet perjuangan para pendahlu mereka. Di antara tokoh ulama Patani sekarang yang dikenal luas di Thailand Selatan, bahkan meluas hingga negeri-negeri Melayu yang lain, adalah Tuan Guru Haji Ismail Sepanjang.

Pertengahan bulan Februari yang lalu, selama sekitar 10 hari ia berada di Indonesia dalam rangka kunjungan dakwah dan silaturahim bersama beberapa ulama dan cendekiawan Thailand Selatan lainnya serta murid-murid mereka. Mereka mengunjungi beberapa tempat di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
alKisah sempat mengikuti dua hari terakhir perjalanan Syaikh Ismail Sepanjang dan rombongan di Indonesia, yaitu Jum’at tanggal 17 Februari, saat mereka mengunjungi penerbit kitab Dar Al-Kutub Al-Islamiyah di Kalibata, Jakarta Selatan, dan Sabtu tanggal 18 Februari, ketika menemui K.H. Dr. M. Hasyim Muzadi di pesantren yang diasuhnya, Pesantren Al-Hikam, yang berlokasi di Beji, Depok, Jawa Barat. Keesokan harinya, Ahad pagi, rombongan kembali ke Thailand.

Sejak pertama kali melihatnya, alKisah sudah sangat tertarik dengan sosoknya. Penampilannya, gerak-geriknya, tutur katanya, dan akhlaqnya menggambarkan sosok ulama yang sebenarnya. Ketawadhu’an, ketenangan, dan kehati-hatian menjadi ciri pembawaannya yang paling menonjol. Ia tak mau terburu-buru mengomentari sesuatu atau bicara tentang sesuatu, apalagi yang tak perlu atau tak benar-benar diketahuinya. Tak tampak kesombongan atau kebanggaan dengan ilmu yang dimiliki. Paduan dari berbagai ciri pribadinya itu memunculkan kewibawaan yang alami, yang tak dibuat-buat.

Orang-orang juga akan merasakan sesuatu yang lain bila mendengarkannya berdoa. Sangat menyentuh perasaan, seolah kita sendiri yang sedang membacanya di keheningan malam. Kalau tak ada keikhlasan dalam dirinya, tampaknya orang tak akan merasakan demikian. Itulah yang alKisah rasakan, dan mungkin juga dirasakan oleh yang lainnya, ketika mendengarnya membaca doa di akhir silaturahim rombongan dengan K.H. Dr. Hasyim Muzadi.

Kalimat demi kalimat dalam doanya terangkai dengan rapi, dengan ungkapan-ungkapan yang tertata dengan sangat baik dan dengan penuturan yang fasih.

Sesungguhnya pilihan-pilihan katanya dalam doanya itu bukanlah kata-kata yang asing atau yang sangat memukau dari segi keindahan bahasa. Sebagian besarnya kalimat-kalimat biasa yang sering didengar orang. Namun doa yang sama jika dibawakan oleh orang lain mungkin tak akan sampai terasa sangat menyentuh sebagaimana ketika dibawakan olehnya.

Sama seperti orang yang membuat dan menyajikan makanan. Jenis makanan yang sama, dengan resep yang sama, dan dengan ukuran bahan-bahan yang persis sama pula, namun dibuat dan disajikan oleh orang yang berbeda, akan terasa berbeda di lidah orang yang menikmatinya.

Caranya dalam berdoa dan berbagai ciri kepribadiannya mengingatkan alKisah kepada sosok Al-Maghfurlah K.H. M. Syafi`i Hadzami.

Pencinta Kitab

Syaikh Ismail Sepanjang dilahirkan tahun 1955 di Dusun Panjang, yang termasuk daerah Jambu, salah satu daerah di Patani. Sedangkan Patani, atau dalam kitab-kitab disebut “Fathani”, adalah salah satu provinsi di Thailand Selatan. Sebagaimana diketahui, mayoritas penduduk wilayah Thailand Selatan adalah bangsa Melayu dan beragama Islam. Berbeda dengan wilayah-wilayah lain di Thailand, yang dihuni bangsa Siam yang beragama Buddha. Karena berasal dari Dusun Panjang, ia lebih dikenal dengan “Tuan Guru Haji Ismail Sepanjang” atau “Baba Ismail Sepanjang”.

Ayahnya bernama Wan Umar bin Wan Abdul Lathif bin Wan Abdul Karim, sedangkan ibunya Siti Khadijah binti Ismail. Keduanya berasal dari Patani, hanya saja datuk-datuk ibundanya berasal dari Johor, Malaysia. Syaikh Ismail adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, kedua kakaknya perempuan.

Sebagaimana ulama-ulama Patani dan ulama-ulama Nusantara lainnya, ia pun belajar di pondok-pondok setempat. Jika sebagian ulama Patani setelah menyelesaikan pelajarannya melanjutkan pendidikannya di Timur Tengah atau tempat-tempat lain di luar negeri, tidak demikian dengan Syaikh Ismail. Ia tidak belajar ke luar negeri. Pendidikannya hanya di pondok-pondok di Patani, namun dijalani dengan penuh kesungguhan, keikhlasan, dan dilalui dalam waktu yang lama.

Maka tak mengherankan jika hasilnya pun tak mengecewakan. Membanggakan. Meskipun produk lokal, keluasan dan kedalaman ilmunya dalam berbagai cabang ilmu-ilmu keislaman tak kalah dengan lulusan-lulusan Timur Tengah.

Sebelum mengikuti pelajaran di pondok-pondok, di masa kanak-kanak ia belajar di sebuah sekolah kebangsaan, setingkat sekolah dasar di Indonesia. Selama enam tahun ia mengikuti pelajaran di tingkat dasar itu, empat tahun di kampungnya sendiri dan dua tahun berikutnya di Kampung Tanjong.

Karena berada di wilayah Thailand, tentu saja para pelajar sekolah kebangsaan, selain mempelajari ilmu-ilmu umum sebagaimana di negara-negara lain, juga mempelajari hal-hal khusus yang berkaitan dengan negaranya, terutama bahasa dan sejarah Siam. Karenanya, meskipun dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di wilayah Thailand Selatan berbicara dalam bahasa Melayu, mereka pun dapat berbahasa Siam.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, barulah ia menimba ilmu di pondok-pondok di Patani. Pondok-pondok itu merupakan pesantren-pesantren tradisional yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama dengan mengkaji kitab-kitab turats (kitab-kitab lama, peninggalan ulama masa lalu). Sebagian pesantren tradisional di Indonesia juga masih banyak yang demikian.

Pertama-tama ia belajar di sebuah pondok di kampungnya yang didirikan oleh Tuan Guru Haji Abdul Lathif bin Haji Abdur Rahim. Kurang lebih tujuh tahun ia menimba ilmu di sini. Setelah itu ia melanjutkan pengembaraannya dalam menuntut ilmu dengan belajar di sebuah pondok di daerah Mayong, masih di wilayah Patani juga.

Kitab-kitab yang dipelajarinya sebagian besar sama dengan yang dipelajari di pondok-pondok di Indonesia. “Saat mempelajari ilmu nahwu, kami membaca kitabMukhtashar Jiddan, Al-Kafrawi, Al-Kawakibud-Durriyyah, dan lain-lain. Sedangkan ketika mempelajari ilmu sharaf, kitab-kitab yang dibaca di antaranya Al-Kailani. Dalam ilmu tauhid, yang biasa dibaca adalah kitab-kitab seperti Kifayatul Awam, Jauharatut-Tauhid, Tijan Ad-Darari, Fathul Majid, dan lain-lain. Untuk ilmu fiqih, di antaranya Fathul Qarib, Hasyiyah Al-Bajuri, Fathul Mu`in, I`anatuth-Thalibin. Untuk ushul fiqh, di antaranya Al-Waraqat dan Al-Luma` . Bagi tingkatan yang lebih lanjut, membaca Jam`ul Jawami`. Ada juga yang mempelajari Irsyadul Fuhul. Kitab-kitab itu selalu dibaca dan dipelajari, seolah-oleh menjadi wirid bagi kami,” begitu Syaikh Ismail menyebutkan beberapa kitab yang dipelajarinya saat menuntut ilmu di pondok.

Setelah menikah dan menunaikan haji, Syaikh Ismail mendirikan pondok. Maka kemudian hari-harinya pun diisi dengan kegiatan keilmuan dan dakwah. Dan bukan hanya di pondok yang dipimpinnya, melainkan juga di tengah-tengah masyarakat muslim Thailand Selatan hingga negeri-negeri di sekitarnya. Di hari-hari tertentu ia mengajar di masjid-masjid di Patani yang dihadiri oleh ribuan umat.
Kabarnya, kalau ia mengajar, beberapa jam sebelumnya orang sudah berkumpul bersiap-siap mendengarkan pengajaran, fatwa-fatwa, dan nasihat-nasihat yang disampaikan olehnya.

Di tengah-tengah kesibukannya mengajar, Syaikh Ismail masih dapat menghasilkan karya-karya, baik tulisannya sendiri maupun terjemahan atau ringkasan dari kitab-kitab yang ada. Karya-karyanya, selain dipelajari oleh para santrinya dan jama’ah pengajiannya, juga banyak digunakan oleh masyarakat muslim pada umumnya. Bukan hanya di Thailand Selatan, melainkan juga di negeri-negeri lain.
Apa yang diraihnya kini, yakni keluasan dan kedalamannya dalam ilmu-ilmu keislaman, selain berkat kesungguhan dan keikhlasannya dalam menuntut ilmu serta doa dari orangtua dan guru-gurunya, juga tak terlepas dari kecintaannya kepada kitab-kitab. Kecintaan dan kegemarannya akan kitab-kitab sangat tampak dan ia sendiri juga menuturkannya.
Saat mengunjungi ruang pameran kitab Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, secara bergurau ia menggambarkan kegemarannya itu. “Kami jika berada di toko kitab seperti ini tak ubahnya seperti perempuan-perempuan saat sedang berada di toko pakaian. Tak mau cepat-cepat beranjak.”

Begitu pun ketika sedang mendengarkan penjelasan Habib Alwi Abubakar Assegaf mengenai proses pentahqiqan kitab yang dilakukan di Darul Kutub Al-Islamiyah, ia mendengarkan dengan penuh perhatian. Sesekali ia memberikan komentar-komentar singkat yang menunjukkan kedalaman ilmunya.
Pengajaran-pengajaran, fatwa-fatwanya, dan nasihat-nasihatnya, bukan hanya dapat diikuti oleh kaum muslimin di Patani dan sekitarnya. Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, kita pun dapat mengikutinya di internet. Mudah bagi kita untuk mengakses pengajian-pengajiannya atau kitab-kitabnya di dunia maya.

Apa yang disampaikannya dan ditulisnya telah nyata memberikan manfaat besar bagi umat.

Semoga Syaikh Ismail Sepanjang serta para ulama Patani dan sekitarnya dapat terus melanjutkan perjuangan para pendahulu mereka yang telah berjasa besar dalam mengembangkan Islam dan menghidupkan ilmu-ilmu keislaman di Nusantara. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan dan keberhasilan baginya dalam menjalankan tugas dakwah dan penyampaian ilmu-ilmu keislaman bagi muslimin di mana saja, terutama di Semenanjung Melayu. (fy)

sumber : Majalah Al Kisah
Info! Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Tuan Guru Haji Ismail al Patani, jangan lupa + IKUTI website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat. Simak artikel kami lainnya di Google News.
Artikel Terkait

Tentang penulis

elzeno
Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesam…

Posting Komentar