Sejarah Perjanjian Hudaibiyah

Isi Perjanjian Hudaibiyah – Hikmah, Pelanggaran, dan Sejarah
Perjanjian Hudaibiyyah merupakan perjanjian yang diadakan di wilayah Hudaibiyah Mekkah pada Maret, 628 M. Untuk lebih lengkapnya lagi simaklah pembahasan kami mengenai Materi Isi Perjanjian Hudaibiyah mulai dari Hikmah, Pelanggaran, dan Sejarah di bawah ini.

Isi Perjanjian Hudaibiyah – Hikmah, Pelanggaran, dan Sejarah

Perjanjian Hudaibiyah

Di zaman Rasulullah SAW, banyak sekali perjanjian-perjanjian yang ditempuh dengan tujuan menyatukan perdamaian dan tidak timbul peperangan.

Perjanjian Hudaibiyah menjadi salah satu perjanjian yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di desa Hudaibiyah. Perjanjian Hudaibiyah ini awalnya merupakan nama sebuah lembah yang terletak di arah barat daya dari kota Makkah.

Perjanjian Hudaibiyyah merupakan perjanjian yang diadakan di wilayah Hudaibiyah Mekkah pada Maret, 628 M. Hudaibiyah terletak 22 Kilo meter arah Barat dari Mekkah menuju Jeddah, yang sekarang terdapat Masjid Ar-Ridhwân.


Pada akhirnya, Kemudian Hudaibiyah pun kemudian dikenal sebagai nama sebuah peperangan atau perjanjian antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy yang terjadi pada tahun ke-6 hijriyah pada bulan Dzulqa’dah.

Isi Perjanjian Hudaibiyah

Adapun isi perjanjian Hudaibiyah ini yakni sebgai berikut berikut :

Dari kedua belah pihak, yakni dari kaum kafir Quraisy dan dari kaum dari Nabi Muhammad SAW, sepakat dan setuju atas diadakannya gencatan senjata. Dimana gencatan senjata ini yang kemudian akan dilaksanakan selama kurang lebih 10 tahun.

Kemudian, Setiap orang yang ada di Mekkah akan diberikan kebebasan. Kebebasan yang dimaksud disini yaitu digunakan untuk bergabung dan juga kemudian untuk mengadakan sebuah perjanjian baik itu dengan Nabi Muhammad SAW dan kepada kaum Kafir Quraisy.

Untuk setiap orang yang berasal dari pengikut kaum kafir Quraisy yang menyeberang dan pindah ke kaum Muslimin, yang mana apabila berpindah tanpa ada izin yang berasal dari wali dari kaum kafir Quraisy, maka orang tersebut akan dilakukan pengembalian kepada kaum kafir Quraisy.

Sementara, jika ada seorang yang berasal dari kaum Nabi Muhammad SAW yang bergabung dengan kaum kafir Quraisy meskipun tanpa seizin dari walinya, maka tidak akan bisa dikembalikan.

Perjanjian terakhir, pada saat tahun pelaksanaan perjanjian Hudaibiyah ini, Nabi Muhammad SAW dan kaumnya harus segera kembali ke Madinah. Kemudian untuk tahun selanjutnya, Nabi Muhammad SAW dan kaumnya bisa diizinkan untuk melakukan ibadah haji yang kemudian diberikan syarat untuk tempat tinggal di daerah kota Mekkah.

Di Makkah pun dalam kurun waktu 3 hari lamanya dan juga tidak diizinkan untuk membawa alat atau senjata. Kaum Muslimin bisa memasuki kota dan tinggal selama tiga hari di Makkah dan senjata yang bisa mereka bawa hanya pedang tersarung dan tidak dibenarkan membawa senjata atau alat yang lain.

Hikmah & Firman Saat Perjanjian Hudaibiyah

Akhirnya mereka pun berangkat menuju pulang. Sementara pada saat rombongan ini berada di tengah perjalanan antara Makkah dengan Madinah, turunlah firman dari Allah Subhana Wa Ta’al. Rasulullah SAW pun kemudian membacakannya kepada kaumnya :

اِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًاۙ لِّيَغْفِرَ لَكَ اللّٰهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْۢبِكَ وَمَا تَاَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُّسْتَقِيْمًاۙ وَّيَنْصُرَكَ اللّٰهُ نَصْرًا عَزِيْزًا
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).” (QS Al-Fath: 1-3).

Menjadi jelas bahwa Perjanjian Hudaibiyah ini merupakan suatu kemenangan yang nyata sekali. Dan hal ini memang demikianlah adanya. Sejarah pun mencatat, bahwa isi perjanjian ini merupakan suatu hasil politik yang bijaksana dan pandangan jauh ke depan.

Kelanjutan dari perjanjian Hudaibiyah inilah yang mempunyai peran besar sekali pengaruhnya terhadap masa depan Islam dan bangsa Arab.

Inilah pertama kalinya kaum kafir Quraisy mengakui Rasulullah SAW bukan sebagai pemberontak, melainkan sebagai orang yang tegak sama tinggi dan duduk sama rendah dalam istilah meraka.

Sekaligus, hal ini pun membuat kaum Quraisy mengakui pula berdirinya dan adanya kedaulatan Islam.

Perjanjian Hudaibiyah juga adalah suatu pengakuan bahwa kaum Muslimin pun berhak berziarah ke Ka’bah dan melakukan runtutan ibadah haji.

Dengan begitu mereka pun mengakui bahwa Islam merupakan agama yang sah di antara agama-agama lain di jazirah itu.

Kemudian, gencatan senjata yang dilakukan selama 2 tahun atau sepuluh tahun lamanya tersebut membuat pihak Muslimin merasa lebih aman. Terutama lebih aman dari jurusan selatan, mereka pun tidak khawatir akan mendapat serangan dari kaum Kafir Quraisy.

Hal ini pun berarti membuka jalan bagi agama Islam untuk lebih tersebar lagi. Bukankah kaum Quraisy yang dulunya adalah musuh Islam yang paling gigih dan lawan perang paling keras, yang pada saat ini sudah tunduk. Padahal, sebelum itu kaum kafir Quraisy sama sekali tidak pernah tunduk kepada Islam.

Apa itu perjanjian hudaibiyah?

Perjanjian Hudaibiyyah merupakan perjanjian yang diadakan di wilayah Hudaibiyah Mekkah pada Maret, 628 M. Hudaibiyah terletak 22 Kilo meter arah Barat dari Mekkah menuju Jeddah, yang sekarang terdapat Masjid Ar-Ridhwân.

Apa hikmah dari perjanjian hudaibiyah?

Pengakuan kaum Quraisy terhadap kedudukan kaum muslimin. Dengan disepakatinya perjanjian ini menunjukkan bahwa kaum kafir Quraisy mengakui kedudukan kaum muslimin.

Demikianlah pembahasan kami mengenai Materi Isi Perjanjian Hudaibiyah. Semoga bermanfaat.
Info! Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Sejarah Perjanjian Hudaibiyah, jangan lupa + IKUTI website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat. Simak artikel kami lainnya di Google News.
Artikel Terkait

Tentang penulis

elzeno
Pengalaman adalah Guru Terbaik. Oleh sebab itu, kita pasti bisa kalau kita terbiasa. Bukan karena kita luar biasa. Setinggi apa belajar kita, tidahlah menjadi jaminan kepuasan jiwa, yang paling utama seberapa besar kita memberi manfaat kepada sesam…

Posting Komentar