Makam KH. Mansyur bin Kyai Ali Marhamah bin Kyai Asmorosufi Ketinggring Wonosobo |
Kyai Manshur adalah putra dari Kyai Raden Marhamah seorang Kyai pengembang agama Islam di Wonosobo.
Kiai Marhamah memiliki tiga putra, yaitu:
- KH. Raden Manshur,
- KH. Raden Abdul Fatah seorang kiai karismatik yang makamnya di Sigedong Tegalgot Kepil, dan
- KH. Raden Syukur Sholih.
Biografi dan Silsilah
Siapa Kiai Marhamah? Dia adalah putra Kiai Asmorosufi, seorang santri dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, nama aslinya Sutomarto II.
Secara genealogis, silsilahnya enam tingkat keatas sampai kepada Brawijaya V.
Kiai Mansur atau Kiai Raden Manshur adalah salah seorang kiai yang termasyhur di Wonosobo. Namanya bahkan diabadikan untuk sebuah nama Masjid yang letaknya di tengah kota, sekitar 300 meter dari Pendopo Kabupaten dan Alun-alun Wonosobo arah ke Dieng.
Masjid ini terbilang masjid tertua di Kabupaten Wonosobo. Dirintis awal pada 1825 oleh KH Raden Manshur.
Kiai saudagar inilah yang mewakafkan 7.000 meter lebih tanahnya yang sekarang menjadi bagian penting dari kampung Kauman itu.
Masjid Al-Manshur berdiri kokoh di lahan itu, juga berbagai sarana pendidikan dan pusat perbelanjaan. Kauman dalam sejarahnya, selalu merujuk kepada permukiman di sekitar masjid. Boleh dibilang, kampung "santri".
Zaman Perang Diponegoro
Sejarah Kiai Manshur, tak lepas dari Perang Diponegoro. Bahwa Kiai Asmoroshufi atau Sutomarto II, putra dan ketiga cucunya itu, rela meninggalkan Keraton untuk membersamai rakyat, turut memimpin perlawanan melawan kolonialisme, di daerah Magelang dan kemudian ke Wonosobo.
Konon, ada pembagian tugas saat itu. Kiai Manshur ditugaskan ke pusat (yang saat ini menjadi Ibu Kota Wonosobo), Kiai Abdul Fatah di Sigedong (sekarang masuk Desa Tegalgot, Kecamatan Kepil, perbatasan dengan Kabupaten Magelang); sedang Kiai Syukur Sholih di Bendosari, Kecamatan Sapuran. Disinilah, Kiai Asmorosufi dan Kiai Marhamah juga dimakamkan.
Kiai Abdul Fatah tercatat sebagai perintis awal keberadaan pondok pesantren di Wonosobo, tepatnya di Sigedong, makam Kiai Abdul Fatah berada di Sigedong.
Hampir seluruh kiai di Wonosobo menyusuri genealogi silsilahnya dari jalur Sigedong ini.
Misalnya, al-maghfurlah simbah KH Muntaha al-Hafidz (pendiri UNSIQ, Kalibeber), alm. KH Moh. Afif, Kiai Nashir Dalhar, dan juga KH. Subromalisi.
Sedang, dari Kiai Manshur menurunkan, antara lain, Almarhum Drs. KH. Syarif Hidayat, pernah menjadi Ketua Yayasan Masjid Al-Manshur, dan Ketua Yayasan Pendidikan Ilmu-Ilmu Al-Qran (YPIIQ) Wonosobo.
Perjuangan Kiai Manshur dalam berdakwah kepada masyarakat kota ditandai dengan pembangunan Masjid besar yang berasal dari tanah wakafnya.
Disamping mendirikan masjid, juga didirikan Pondok Pesantren di sekitar masjid dimana santrinya bisa belajar dan memahami ajaran Islam secara dasar.
Saat sekarang, disamping pondok pesantren Al-Manshur, juga didirikan Lembaga Pendidikan formal yaitu SMK Gema Nusantara.
Kegiatan keagamaan yang menjadi momentum peninggalan Kiai Manshur adalah pengajian setiap hari Sabtu yang dikenal dengan nama Setonan.
Setiap hari Sabtu halaman Masjid Al-Manshur penuh sesak dengan para jamaah pengajian yang datang dari pelosok desa di Kabupaten Wonosobo.
Pengajian Seton tersebut diisi oleh para kiai dari Pondok Al-Manshur maupun mendatangkan dari penceramah di sekitar Wonosobo.
Sumber Youtube: Chanel Cak Choiri, silahkan subscibe agar kalian bisa selalu update mengikuti jejak perjalanan beliau dan beliau lebih semangat lagi membuat konten.
* Dr. H. Samsul Munir Amin, MA, (Ketua Rumah Muallaf MUI Wonosobo, Ketua ICMI Orda Wonosobo, dan Dosen UNSIQ Wonosobo).