Biografi KH. Muhammad Shiddiq Jember

Biografi KH. Muhammad Shiddiq (PP. Talangsari - Jember)
Makam KH. Muhammad Shiddiq / Kyai Shiddiq / Mbah Shiddiq
Makam KH. Muhammad Shiddiq / Kyai Shiddiq / Mbah Shiddiq

Lahir : 1453 H / 1854 M, di pedukuhan Punjulsari Desa Waru Gunung, Kec. Lasem Kab.Rembang.

Wafat : Ahad Paing, jam 17.45 tanggal 2 Romadlon 1353 H. / 9 Desember 1934 M.

Makamnya di Turbah Kampung Condro atau Jl. Gajahmada - Jember.

Usia 30 tahun-an hijrah ke Jember. Usia 64 tahun-an pindah kekampung Talangsari Jember dan mendirikan pesantren yang kemudian sekarang dikenal sebagai Pesantren Ash-Shiddiqi Putra (PPI ASHTRA) di jalan KH Shiddiq 201 Jember.


Biografi KH. Muhammad Shiddiq

Garis nasab yang dicatat KH. Achmad Qusyairi bin KH. Muhammad Shiddiq dan catatan KH. Abdul Halim bin KH Muhammad Shiddiq, menyebutkan Mbah Shiddiq keturunan kyai-kyai agung yang sambung nasab kepada Rosulullah Muhammad SAW.

  • Dan garis ayah, KH. Muhammad Shiddiq bin KH Abdullah (makam di Laut Merah) bin KH. Sholeh (makam di Lasem) bin KH. Asy'ari bin KH. Azro’i bin KH. Yusuf (makam di Pulandak Lasem) bin Sayyid Abdurrachman Al-Basyaiban (makam di Lasem) yang berjuluk Mbah Sambu alias Raden Muhammad Syihabuddin Sambu Digdodiningrat.
  • Sedangkan dari garis ibu, KH. Muhammad Shiddiq binti Nyai Hj. Aminah (di makamkan di Jepara) bin Abdul Karim bin Penghulu Purwodadi bin Demang Sahid Imam (Kasruhan), bin Husein (Tuyuan), bin Waliyulloh Achmad (Lasem) bin Sayyid KH. Achmad Sholeh (Pati Raden KH. Abdul Adzim (Penghulu Lasem) bin Sayyid Abdurrachman Al-Basyaiban.

Adalah sorang mubaligh / da'i yang awal berjasa menyebarkan islam di kabupaten Jember yang dilanjutkan oleh para kader-kader muballigh / da'i-nya sehingga kabupaten Jember menjadi daerah islami. Terbukti sekarang banyak kyai / ulama, sejumlah + 3000 masjid, sejumlah + 750 pesantren dan sejumlah + 1000 lembaga pendidikan Islam lainnya di kabupaten Jember. Kyai Shiddiq meninggal di Jember pada hari Ahad Paing jam 17.45 tanggal 2 Romadlon 1353 H./9 Desember 1934 M. dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Turbah Jl Gajahmada Condro Jember. Sebagai Kyai terkenal dapat diketahui dari makamnya di Turbah Kampung Condro atau jalan Gajahmada dikota Jember yang banyak diziarahi ummat Islam. Bahkan Para Peziarah yang datang untuk berzikir membaca tahlil ada yang berdatangan dari Jawa Barat pada hampir setiap malam Jumat dengan berombongan kendaraan bus. Selain itu, jasa beliau sebagai Muballigh awal di Jember yang berjasa mendirikan pesantren awal dan 13 masjid sebagai langkah awal penyebran islam di Jember.

Mendirikan Pesantren

Setelah pengembaraan mencari ilmunya, Kyai Shiddiq mendirikan pesantren sebagai pengabdian ilmunya di masyarakat, mula-mula di Lasem. Kemudian sekitar tahun 1884, beliau dalam usia 30 tahun hijrah ke Jember dan mendirikan pesantren dikampung Gebang Jember. Kemudian pada tahun 1918, beliau berusia 64 tahun pindah kekampung Talangsari Jember dan mendirikan pesantren yang kemudian sekarang dikenal sebagai Pesantren Ash-Shiddiqi Putra (PPI ASHTRA) di jalan KH Shiddiq 201 Jember yang diasuh oleh Gus H Firjaun bin KH Achmad Shiddiq. Pesantren di Gebang kemudian dilanjutkan oleh putranya (KH Machmud) dan kemudian dipindah Pesantren & Rumah Kyai Shiddiq ke kampung Tegal Boto yang sekarang dikenal sebagai Pesantren Al-Jauhar yang diasuh oleh (alm) Prof. DR. KH Sahilun A. Nasir M.PdI. Melalui pesantren inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya islam di Jember melalui strategi pengkaderan santri dan mendirikan masjid-masjid sebanyak +15 masjid yang tersebar diberbagai wilayah.

Jasadnya Menjadi Rebutan

KH. Muhammad Shiddiq wafat pada hari Ahad Pahing jam 17:40, tanggal 2 Romadlon 1533 H (9 Desember 1934 M) pada usia ± 80 tahun. Saat jenazah disemayamkan di ndalem Talangsari, datanglah 11 orang yang menawarkan tanahnya sebaga maqam beliau.

Sebelas orang itu antara lain:

  1. H. Ilyas Gebang,
  2. Sadinatun Gebang,
  3. Sa'id Gebang,
  4. Riynah Gebang,
  5. Samiroh Ambulu,
  6. Amir Ambulu,
  7. Sakiman Ambulu,
  8. KH. Yusuf mertuanya,
  9. H. Anwar Jatian Pakusari,
  10. H. Abdul Hamid, Rowo Wirowongso dan
  11. H. Samsul Arifin Talangsari.

Namun agar adil maka akhirnya dilotre / diundi sebanyak kali. Ternyata undian jatuh pada tanah H. Samsul Arifin di Turbah-Condro.

Ribuan orang melayat Mbah Shiddiq menuju peristirahatannya di turbah Condro Jember. Hingga sekarang banyak kaum muslinun ziarah di maqam Kyai Shiddiq. Para penziarah selalu membaca Alqur'an, tahlil dan bertawassul pada beliau. Kyai Shiddiq bagaikan "mutiara", yang menurunkan banyak mutiara, menyinari kegelapan kota Jember.


Silsilah Nasab dan Keluarga

  • Dari garis ayah, KH. Muhammad Shiddiq bin KH. Abdullah (makam di Laut Merah) bin KH. Sholeh (makam di Lasem) bin KH. Asy'ari bin KH. Azro'i bin KH. Yusuf (makam di Pulandak Lasem) bin Sayyid Abdurrachman Al-Basyaiban (makam di Lasem) yang berjuluk Mbah Sambu alias Raden Muhammad Syihabuddin Sambu Digdodiningrat.
  • Dari garis ibu, KH. Muhammad Shiddiq binti Nyai Hj. Aminah (di makamkan di Jepara) bin Abdul Karim bin Penghulu Purwodadi bin DemangSahid Imam (Kasruhan), bin Husein (Tuyuan), bin Waliyulloh Achmad (Lasem) bin Sayyid KH. Achmad Sholeh (Pati Raden KH. Abdul Adzim (Penghulu Lasem) bin Sayyid Abdurrachman Al-Basyaiban.

Pertemuan nasab garis ayah dengan garis ibunya Sayyid Abdurrachman Al-Basyaiban yang berjuluk Mbah Sambu alias Raden Muhammad Syihabuddin Sambu Digdodiningrat Sayyid Abdurrachman al-Basyaiban tersebut mempunyai 6 orang putra :

  1. Raden Sayyid KH. Jazuli (Waliullah dari Tuyuan)
  2. Raden Sayyid Muhyiddin
  3. Raden Sayyid Qosim
  4. Raden Sayyid Yusuf (Menurunkan KH. Abdulloh)
  5. Raden Sayyid Imam
  6. Raden Sayyid KH. Abdul Adzim (menurunkan Ny. Hj. Aminah)

Data nasab ini dapat tersajikan karena silsilah nasab bagi para ulama penting sekali yaitu menyangkut menjaga keluhuran akhlaq yang telah ditanamakan oleh para Leluhurnya. Dan tradisi mencatat nasab serta menjaga silaturahmi antar parulam adalah tradisi bangsa arab. Bangsa Arab mengenal istilah Syajaroh yaitu Catatan beranting mulai dari nenek moyangnya sampai keturunan dibawahnya. Dan konon dari istiklah Syajaroh inilah pengertian Sejarah dirumuskan.

Tetapi Catatan Nasab yang dalam tradisi sekarang dikenal sebagai Bani sudah dikenal sebagai tradisi Arab sebelum Rosululloh Muhammad SAW. Selain kebaikan silaturrahmi tetapi pada sisi lain dapat menunjukkan kejelekannya yaitu akan muda taassub / sombong terhadap nama besar moyangnya. Pada konteks inilah, Kyai Shiddiq Tak pernah menunjukkan keterangan asal-usul nasabnya saat ditanya oleh para putra-putranya. KH. Achmad Qusyairi pernah menanyakan hal ini kepada beliau tetapi dijawab: "Tak perlu tahu dan tak perlu dicari".

Maksud Kyai Shiddiq adalah agar anak cucunya menghindar dari kesombongan dengan cara menyembunyikan nasabnya itu. Sungguhpun demikian, justru KH. Achmad Qusyairi-lah yang melacak sampai ketemu catatan nasab ini. Pencarian catatan nasab ini dengan cros cek kepada Catatan Syajaroh milik Habib Achmad bin Sahal al-Basyaiban dan Catatan Syajaroh Sayyid Ali. Bahkan, KH Hasan Abdillah cerita tentang KH. Hamid (menantu KH. Achmad Qusyairi) Pasuruan, melalui karamahnya yang dapat berkomunikasi dengan Mbah Sambu. Menurut Kyai Hasan Abdillah (Glenmore Banyuwangi) yang mengutip dari keterangan ayahnya, almarhum Kyai Qusyairi tentang Sayyid Abdurrachman al-Basyaiban alias Mbah Sambu alias Raden Muhammad Syihabuddin Sambu Digdodiningrat. Sayyid Abdurrachman al-Basyaiban adalah 27 keturunan langsung (nasab) dari Rasulullah SAW. yang silsilahnya sebagai berikut :

  1. Sayyid Abdurrachman al-Basyaiban alias Mbah Sambu (makam diLasem, Rembang)
  2. bin Sayyid Muhammad Hasyim
  3. bin Sayyid Abdurrachman al-Basyaiban
  4. bin Sayyid Abdullah
  5. bin Sayyid Umar
  6. bin Sayyid Muhammad
  7. bin Sayyid Achmad
  8. bin Sayyid Abubakar Basyaiban
  9. bin Sayyid Muhammad Asy'adullah
  10. bin Sayyid Hasan At-Taromi
  11. bin Sayyid Ali
  12. bin Sayyid Muhammad Al Fagih Muqoddam (makam di Hadramaut Yaman)
  13. bin Sayyid Ali
  14. bin Sayyid Muhammad Shohibi Mirbat (makam di Zafar, Hadramaut Yaman)
  15. bin Sayyid Ali Khaliq Qosim (makam di Tarim, Hadramaut Yaman)
  16. bin Sayyid Alwi (makam di Bait Jubair, Hadramaut)
  17. bin Sayyid Muhammad (makam di Bait Jubair, Hadramaut)
  18. bin Sayyid Alwi (makam di Samal, Hadramaut)
  19. bin Sayyid Abdullah Ubaidillah (makam di Al-Ardli Burt Hadrai)
  20. bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir (makam di Basra Tarim, Hadramaut Yaman)
  21. bin Sayyid Isa An-Naqib (makam di Basrah, Iraq)
  22. bin Sayyid Muhammad An Nagib (makam di Basrah, Iraq)
  23. bin Sayyid Ali Al -'Uraidi (makam di Madinah)
  24. bin Sayyid Ja'far Ash-Shodiq (makam di Madinah)
  25. bin Sayyid Muhammad Al-Bagier (makam di Madinah)
  26. bin Sayyid Ali Zainal Abidin (makam di Madinah)
  27. bin Sayyidina Husein
  28. binti Fatimah Az-Zahroh RA,
  29. bin Rosululloh Muhammad SAW (makam di Masjid Nabawi Madinah, Saudi Arabia)

Keterangan tambahan Kyai Hasan Abdillah tentang Sayyid Abdurrachmanal-Basyaiban alias Mbah Sambu alias Raden Muhammad Syihabuddin Sambu Digdodiningrat juga memiliki nama lain yaitu Pangeran Kusumo yang kononadalah calon Raja Mangkunegoro IV di Solo. Ia menjadi calon raja dalam usia kanak-kanak karena ayahnya, yaitu Sunan Ngalogo (yang disebutnya pada nama Sayyid Muhammad Hasyim) yang sudah wafat saat Kakeknya yang berjuluk Mangkunegoro III sedang memangku kerajaan Mangkunegaran Solo.Konon Pangeran Kusumo akan dibunuh oleh segolongan kerabat istana yang ingin merebut kekuasaan tetapi berhasil diselamatkan oleh Abdi setianya, yang memasukkannya dalam bangkai seekor sapi yang dihanyutkan ke sungai Solo.

Anehnya, bangkai tersebut nyangkut dipinggir sungai lokasi Pesantren KyaiSambo (nama desa di kab Lamongan). Tak ada keterangan yang valid apakah nama Kyai Sambo itu menunjukkan namanya atau asal daerahnya. Selanjutnya, Sang Pangeran tsb menjadi santri Kyai Sambo. Sang Pangeran tumbuh menjadi Ulama yang berdakwah di daerah Lasem dan sekitarnya sampai wafatnya yang kemudian dimakamkan di Masjid Jami’ Lasem. Karena Sang Pangeran Kusumo tsb berasal dari desa Sambo maka dikenalah beliau dengan julukan "Mbah Sambu alias Kyai Sambu".Keterangan lain dari Catatan Kyai Halim Shiddiq tentang Silsilah Kyai Sambu ke atas sbb:

Sayyid Abdurrachman al-Basyaiban alias Pangeran Muhammad Sihabuddin Sambu Digdodiningrat yang berjuluk Kyai Sambu bin Raden Tumenggung Joyonegoro bin Pangeran Alit bin Pangeran Joyokusumo bin Pangeran Selarong bin Raden Kyai Ageng (Joko Tingkir) binti Raden Ayu Pambayun (istrinya Joyodiningrat) bin Raden Brawijaya Prabudoyo bin Raden Damarwulan bin Raden Hudari bin Raden Hadiwijaya bin Raden Hardjokusumo bin Maulana sayyid Achmad bin Maulana Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) bin Maulana Sayyid Al-Amir Syech Ghozi Ibrahim bin Sayyid Jamaludin Husain bin Sayyid Muhammad Syah bin Sayyid Abdulloh bin Sayyid Abdul Malik bin Sayyid Ali bin Sayyid Muhammad Sohibi Mirbat dan seterusnya sama dengan versi KH Achmad Qusyairi.

Versi lain dari Silsilah Kraton Solo, Kyai Sambu bin Raden Sumonegor (Bupati Lasem) bin Pangeran Joyokusumo bin Pangeran Hadiwijaya bin Pangeran Mas (Adipati Pajang) bin Pangeran Benowo (Sultan Pajang kedua) bin Sultan Hadiwijaya (Sultan Pajang kesatu).

Kedua versi tersebut menyebutkan Mbah Sambu adalah keturunan Joko Tingkir yang memiliki nama kecil Mas Karebet alias Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang.

Bahkan saat wafatnya KH Achmad Shiddiq, berbagai media massamenyebutnya sebagai keturunan Joko Tingkir. Konon KH Abdul Hamid Wijayabin KH Mahmud Shiddiq (Pendiri GP Ansor dan mantan Katib ‘Aam PBNU) mencantumkan nama Wijaya bertujuan untuk tafaul kepada Sultan Hadi Wijaya yang menjadi moyangnya.

Terlepas pro-kontra nasab tersebut, parakyai-kyai zurriah / keturunan Kyai Shiddiq menunjukkan Kyai Shiddiq adalah keturunan nasab para kyai-kyai agung penyebar agama islamyang terkenal, misal: figur Joko Tingkir ini adalah seorang raja yang terkenal sakti dan ketika muda mengalahkan banyak buaya dan mengalahkan seekor Kerbau besar yang sedang mengamuk;

Figur Sayyid Muhammad Al-Faqih Muqaddam adalah ulama Wali Qutub yang terkenal karamah di Yaman sehingga banyak diziarahi ummat islam dan Kyai Shiddiq selalu menyebutnya bersama Sayyid Abdulloh Alawi Al-Haddad sebagai wasilah do’anya.

KH. Abdullah bin Sholeh, ayah Kyai Siddiq, menikah dengan Nyai Aminah, dikaruniai 3 orang putra yaitu :

  1. Muhammad Shiddiq,
  2. Abdul Wahid (wafat kecil) dan
  3. Muhammad Tohir alias KH Muhammad Arif.

Profesi Kyai Abdullah adalah Penghulu di Jepara. Beliau wafat dalam usia 60 tahun dalam perjalanan menunaikan ibadah haji dan dimakamkan di Laut Merah. Kyai Abdullah bersaudara 10 orang, yaitu: Markum, KH. Abdullah, KH. Muhammad Imam, Hayatun, Abdurrahim, Abdur Rasyid, Muhammad Hayati, Abdul Wahhab, Suminah dan Sukidjah. Dari KH Imam, menurunkan Nyai Hj Mardliyah yang kemudian dinikahi Kyai Shiddiq.

Beberapa anak, menantu dan cucu-cucu Kyai Shiddiq melalui perkawinannya sebagai berikut:

  1. Kyai Shiddiq menikah pertama pada tahun 1874 dengan Nyai Siti Masmunah alias Nyai Hj. Maimunah binti Wirjodikromo, wafat hari Rabu 24 Jumadil Ula 1358 (1939) dan dimakamkan di Pulandak Lasem. Bersama beliau dikaruniai anak sebagai berikut:
    • KH Mansur (makam di Turbah Jember), yang menurunkan anak diantaranya KH Ali Mansur, makam di Maibit Rengel Tuban (pencipta Sholawat Badar)
    • Nyai Hj. Roichanah (makam di Lasem), yang menurunkan anak diantaranya KH. Abdul Hamid makam di masjid Jamik Al-Anwar Pasuruan.
    • KH Achmad Qusyairi, figur ulama yang banyak mengarang kitab makam dimasjid Jamik Al-Anwar Pasuruan yang menurunkan diantaranya KH Hasan Abdillah Glenmore.
    • KH Machmud (makam di Turbah Jember), yang menurunkan diantaranya KH Abd. Hamid Wijaya Jakarta (pendiri Ansor dan makamnya di Turbah Jember) serta KH Shodiq Machmud SH Jember, Pendiri Mahasiswa Al Jauhar dan mantan pimpinan STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Jember.
  2. Kyai Shiddiq menikah kedua dengan Nyai Siti Aminah binti KH Abdus Shomad dan beliau wafat tahun 1961 makam di Jubung Rambipuji, tetapi tidak dikaruniai anak.
  3. Mbah Shiddiq lalu menikah dengan Nyai Siti Maryam alias Nyai Hj. Zaqiah binti KH Yusuf Curahmalang Jember, wafat saat menunaikan ibadah hajji dan dimakamkan dilaut Merah, dikaruniai anak sbb :
    • KH Machfudz Shiddiq makam di Turbah Jember, mantan Ketua UmumPBNU 1930-1945. Diantara anaknya adalah KH Syaiful Bari Jember.
    • KH Abdul Halim, makam di Turbah Jember. Beliau adalah Muballighterkenal pendiri Pesantren ASHRI dan diantara anaknya adalah KH Sawqi.
    • Nyai Hj Zainab, makam di Turbah Jember. Beliau adalah pendiri PesantrenPutri Zainab Shiddiq dan diantara anaknya adalah Drs KH Yusuf Muhammad LML, muballigh, politisi terkenal dan pendiri Pesantren Darus Sholah.
    • KH. Abdullah makam di Turbah Jember, Ketua Wilayah NU Jatim.
    • KH Achmad Shiddiq makam di Aulia Tambak, Mojo kab. Kediri. Rois'Aam PBNU pereode 1984 hingga 1991 dan perintis Majlis Zikir DziqrulGhofilin dan Semaan Al-Qur'an. Diantara anaknya adalah KH Farid Wajdi.
  4. Kyai Shiddiq menikah ketiga dengan Nyai Hj Siti Mardliyah binti KHMuhammad Imam (wafat malam Ahad legi tanggal 19 Dzulhijjah 1356 H atau 19 Februari 1938 dan dimakamkan di Turbah Condro Jember). Dikaruniai anak seorang yaitu Nyai Hj Zulaikho, istri KH Dzofir Salam, pendiri Pesantren Alfattah dan beberapa sekolah islam yaitu SMP islam, SMA Islam, Madrasah Aliah Negeri I (MAN), MAN II, STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) dan UIJ (Universitas Islam Jember).
  5. Kyai Shiddiq menikah keempat dengan Nyai Siti Fatmah binti Khiro (Wafat di Ambulu tahun 1962) tetapi tidak dikaruniai anak.
Info! Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Biografi KH. Muhammad Shiddiq Jember, jangan lupa + IKUTI website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat. Simak artikel kami lainnya di Google News.
Artikel Terkait

Tentang penulis

elzeno.id
Pengalaman Adalah Guru Terbaik. Maka, Kita Pasti Bisa Kalau Kita Terbiasa. Bukan Karena Kita Luar Biasa. Setinggi Apa Belajar Kita, Tidahlah Menjadi Jaminan Kepuasan Jiwa, Akan Tetapi Yang Paling Utama Adalah Seberapa Besar Kita Bermanfaat Untuk Ses…

Posting Komentar