Biografi KHR. Abdul Fattah Sigedong Tegalgot Kepil Wonosobo

Biografi Singkat dan Lokasi Makam KHR. Abdul Fattah bin KHR. Marhamah bin R. Sutomarto II alias KR. Asmorosufi
Makam KHR. Abdul Fattah Dusun Sigedong Desa Tegalgot Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo
Makam KHR. Abdul Fattah Dusun Sigedong Desa Tegalgot Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo

KHR. Abdul Fattah adalah seorang ulama besar di daerah Kabupaten Wonosobo yang gigih dalam berjuang melawan penjajah Belanda bersama dengan ayahandanya, yaitu KHR. Marhamah bin R. Sutomarto II alias KR. Asmorosufi.

KR. Asmorosufi yang diikuti seorang putra, yaitu KHR. Marhamah beserta istri dan keempat putranya, yaitu:

  1. R. Syukur Sholeh
  2. RH. Manshur
  3. KH. R. Abdul Fattah
  4. R. Mohamad Ansor

Meninggalkan keraton Ngayogyakarta Hadiningrat bersama-sama dengan Pengeran Diponegoro kurang lebih pada tahun 1829 M kemudian bermukim di Desa Pasekan Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang.

Pertama Kali Mengembangkan Agama Islam

Rombongan KR. Asmorosufi yang diikuti seorang putra dan para cucu, setelah meninggalkan Desa Pasekan kemudian menuju Dusun Kramat Desa Wuwuharjo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang.

Dusun Kramat ini konon kabarnya terkenal hutan wingit (angker) beliau dapat bermukim dengan istiqomah dan mulai dapat mengembangkan syari’at agama Islam bersama dengan seorang ulama, yaitu K. Abdul Ghoni yang pertama kali di daerah perbatasan antara Kabupaten Magelang dan Kabupaten Wonosobo.

Keluaraga KR. Asmorosufi Disebar

Karena besarnya pengaruh dalam mengajarkan syari’at agama Islam, maka akhirnya meluaslah para santri berdatangan dari barbagai penjuru daerah untuk menimba ilmu di Dusun Kramat ini. Kemudian disebarlah keluarga KR. Asmorosufi ini sebagai berikut:

  1. KR. Asmorosufi diikuti oleh seorang putra, yaitu KHR. Ali Marhamah dan seorang cucu ialah R. Syukur Sholeh mendirikan masjid dan bermukim di Desa Bendosari Kecamatan Sepuran Kabupaten Wonosobo untuk melangsungkan misi dakwahnya hingga wafat dan makamnya di sebelah Masjid Desa Bendosari tersebut, dan makamnya tidak dicungkup karena memang beliau tidak berkehendak makamnya untuk dicungkup.
  2. KHR. Manshur mendirikan masjid besar Al-Mansyur Kauman Wonosobo, bermukim hingga wafat di Wonosobo dimakamkan di pemakaman Dusun Ketinggring Desa Kalianget Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo.
  3. KHR. Abdul Fattah mendirikan masjid dan pondok pesantren bersama istri dan para putra-putrinya bermukim di Dusun Sigedong Desa Tegalgot Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo hingga wafatnya dan dimakamkan di dekat pengimaman masjid Sigedong tersebut.
  4. R. Mohamad Ansor bermukim di Desa Leksono hingga wafat dan dimakamkan di pemakaman Kepatihan Desa Leksono Kecamatan Leksono Kabupaten Wonosobo.

Legenda dan Biografi

Dusun Sigedong Baturono, termasuk Desa Tegalgot Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo. Dulunya adalah bukit hutan belantara konon tempat kerajaan jin, setan, lelembut lain sebagainya makhluk gaib. Dan barang siapa yang berani menjamah memasuki hutan tersebut akan hilang musnah tanpa bekas dan tak diketahui arah rimbanya. Sehingga tidak seorang pun yang berani mendekat apalagi memasukinya.

Namun atas kekuasaan Alloh SWT, KHR. Abdul Fattah adalah seorang keturunan Raden Mas Said (Sunan Kalijaga) dan Prabu Brawijaya V grad ke 13, ia adalah seorang ulama besar, tokoh pejuang dalam melawan penjajah Belanda pada zamannya.

Berkat karomah dan ilmunya yang cukup tinggi serta keampuhan doa-doanya, beliau dapat mengusir mahkluk-mahkluk gaib yang ada di sana. Kemudian daerah tersebut dijadikan daerah bermukim beliau bersama istri-istri dan putra-putrinya, dan ditempati oleh keturunannya hingga sekarang.

Dusun Sigedong Baturono sebagai Tempat Tinggal

Dari bubak sembung senggani KHR. Abdul Fattah dari bukit hutan belantara menjadi sebuah dusun yang di beri nama “Sigedong Baturono” hal ini mengandung arti bahwa Sigedong adalah sebuah bekas kerajaan jin, setan, dan Baturono adalah ada sebagian pasang.

Dusun ini termasuk Desa Tegalgot Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo, sebagai tonggak disinilah beliau KHR. Abdul Fattah mulai mengembangkan ajaran syari’at agama Islam dengan sarana mendirikan pondok pesantren dan sebuah masjid sebagai tempat ibadah dan sholat berjamaah sampai pada akhir hayatnya, wafat pada tahun 1911 M.

Berkat ketekunan, ketelatenan, dan kesabaran beliau dalam membina, mendidik, mengajar para santrinya akhirnya lahirlah para mubaligh yang menyebar luas dan mengembangkan ajaran syari’at agama Islam.

Keturunan KHR. Abdul Fattah

Almarhum KHR. Abdul Fattah beristri empat orang dan menurunkan dua puluh dua orang anak. Namun sekarang keturunannya sudah tak terhitung jumlahnya dan telah menyebar ke seluruh penjuru tanah air, bahkan ada yang berada di manca negara.

Adapun cucu buyut yang tertua dari segi nasab maupun umur yang berada di Wonosobo, antara lain sebagai berikut:

  1. KH. Muntaha Al-Hafidz bin Nyi Hajjah RA. Asy'ari binti KH.R. Abudarda' (putra ke empat KH.R. Abdul Fattah) beliau sebagai ulama besar penerus pengembang syari'at agama Islam pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren Al-Asy'ariah Desa Kalibeber dan juga sebagai rektor IIQ (Institut Ilmu Al-Quran) Jawa Tengah di Kalibeber Wonosobo. Makamnya di Desa Deroduwur Kec. Mojotengah.
  2. KH.R. Ghozali Shihab pengasuh pondok pesantren kanak-kanak “Miftahul Huda” Dusun Siwatu Desa Bumiroso Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo.
  3. K. Moch. Muhtar Sanusi bin K.R. Moh Sanusi bin KH.R. Mustofa (putra ketiga KH.R. Abdul Fattah) mantan kepala Kantor Urusan Agama Wonosobo, sebagai mubaligh Kabupaten Wonosobo.
  4. Mohamad Misbachul Munir bin KH.R. Mukmin bin KH.R. Mustofa (putra ketiga KH.R. Abdul Fattah) mantan kepala Departemen Agama Kabupaten Wonosobo.
  5. Moh. Mustofa bin KH.R. Moh Sholeh bin KH.R. Mustofa (putra ketiga KH.R. Abdul Fattah) mantan kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo.
  6. K. Moh Anwar bin K. Moch. Bun Yamin bin K. Moch Fadlil (putra kelima KH.R. Abdul Fattah) mantan kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonososbo.

Disamping itu juga banyak hafidz dan hafidzoh dari keturunan beliau KH.R. Abdul Fattah. Karena banyaknya keturunan yang menjadi mubaligh dan penghafal Al-Quran di dalam wilayah Wonosobo, maka penghimpun tidak mencantumkan semuanya dalam naskah.

Riwayat Hidup KH.R. Abdul Fattah

KH.R. Abdul Fattah nama kecilnya adalah R. Syamsul Ma'arif beliau dilahirkan di kraton Ngayogyakarta kurang lebih pada tahun 1812 M. Beliau diasuh serta dididik dan dibesarkan dalam kraton, beliau diajarkan ilmu-ilmu agama Islam oleh ayahandanya KH.R. Marhamah sejak kanak-kanak hingga dewasa.

Beliau memiliki sinar mata yang tajam serta cerdas, semua ilmu yang dipelajarinya langsung dapat dkuasai. Kemudian meneruskan belajar ilmu agama di Makatul Mukaromah sekaligus menunaikan ibaah haji.

Atas semua keberhasilan yang dicapainya itu maka dalam usia yang relatif muda itu sudah tampak kepribadiannya sebagai seorang yang alim, agung dan berwibawa serta penuh kharisma.

Sifat Karomah dan Senang Tirakat

Sejak kecil KH.R. Abdul Fattah senang tirakat riyadloh, tekun beribadah di samping melakukan ibadah wajib, melaksanakan sholatul lail, Sholat Hajat dan Sholat Tahajud, beliau selalu Taqorub Ilalloh, mengurangi tidur malam, waktu siang digunakan beribadah Puasa Sunah. Bahkan setelah bermukim di Dusun Sigedong bersama istri-istrinya dan para putra-putrinya serta para santri pondok pesantren, beliau tidak pernah makan sampai kenyang. Kalau berpuasa, setiap kali berbuka puasa setelah dihidangkannya nasi yang digelar di atas tampi (dalam bahasa jawa tampah) lalu diiris menyilang dengan pisau, yang melekat pada pisau itu yang beliau makan dan meminum seteguk air putih. Adapun sisa nasi yang masih utuh di dalam tampi itu diberikan kepada santri-santrinya sebagai barokah.

Hal ini barlangsung selama satu tahun. Kemudian pada tahun berikutnya cara berpuasanya berbeda lagi. Antara lain menanak nasi beras satu sendok dicampur pasir untuk berbuka puasa, caranya setelah masak, nasi itu diambil dengan satu jari telunjuk, kalau sekali makan tergigit pasir, spontan berhenti dan tidak dilanjutkan makan lagi, demikian terus menerus beliau jalankan yang bagi kita orang awam tidak mampu menjalankannya.

Keistimewaan lainnya, beliau R. Syamsul Ma’arif ketika masih dalam kandungan ibunya sudah memiliki karomah. Suatu hari ketika ibunya sedang nginteri (bahasa jawa) beras untuk ditanak beliau merasa pusing berputar-putar. Oleh karena itu ibu yang sedang hamil jangan sekali-laki nginteri beras dalam tampah, karena kasihan janin yang masih ada dalam kandungan sang ibu.

Bermukim dan Mengembangkan Ajaram Agama Islam Di Dusun Kramat

Ketika K.R. Asmorosufi bersama istri, putra dan cucunya bermukim di Dusun Kramat yang dahulunya terkenal hutan wingit (angker). Dusun tersebut hingga kini masih sunyi dan tak lepas dari mahkluk-mahkluk gaib yang masih mengganggu manusia. Karena pada saat itu ditempati oleh para auliya’ seperti K.R. Asmorosufi, KH.R. Marhamah, K. Abdul Ghoni, dll. Maka dusun itu dinamakan Dusun Kramat atau bahasa arabnya Karomah yang berarti dimuliakan. Dusun ini termasuk Desa Wuwuharjo Kecamatan Kajoran Kabupaten Magelang. Dusun Kramat terletak ditepi sungai Kodil, pebatasan antara Kabupaten Magelang dan Kabupaten Wonosobo.

Dari dusun inilah pertama untuk mengajarkan ajaran syari'at agama Islam di perbatasan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Wonosobo.

Mengislamkan Mbah Lerik

Konon pernah untuk mengislamkan seorang Budha yang sakti yaitu ayahnya K. Abdul Ghoni bernama Kartawasesa atau juga disebut Mbah Lerik, setengah riwayatnya usianya mencapai 175 tahun, sejak kecil tidak pernah potong rambut atau kuku. Oleh karena itu rambutnya sampai menjadi tebal panjang dan gembel digambarkan seperti tudung kowangan.

Menurut cerita kalau hujan, rambut itu digunakan untuk tudung dan kalau tidur digunakan untuk kasur. Disamping itu juga memiliki kuku yang panjangnya kurang lebih mencapai dua meter sampai melintir-melintir, kuku tersebut sering digunakan untuk mengambil barang dari kejauhan.

Konon kuku dan rambut Mbah Lurik sebelum masuk Islam tidak ada yang bisa memotongnya, meskipun menggunakan alat apapun. Selain itu matanya memiliki keanehan tidak seperti kebiasaan orang biasanya, ia bergaris lurik-lurik sehingga orang-orang memanggilnya Mbah Lerik atau Mbah Lurik.

Khataman Pengajian Pertama Kali di Dusun Kramat

Pada bulan Robiul Awwal K. Abdul Ghoni bersama KH.R. Marhamah ayah dari KH.R. Abdul Fattah, mengadakan khataman pengajian bagi para santri yang mondok di Dusun Kramat sebanyak empat puluh santri, khataman ini baru bisa menyalesaikan bacaan dua kalimah syahadah, surat al-fatihah, surat al-ikhlas, surat al-falaq dan surat an-nas.

Mengadakan khataman secara besar-besaran, semua ulama yang ada di Jawa Tengah dan para Biksu Budha serta pendeta diundang untuk menyaksikan acara-acara, antara lain: peringatan maulud Nabi Muhammad SAW, peringatan khataman para santri yang berjumlah 40 santri, pemotongan rambut dan kuku Mbah Lerik, setelah masuk Islam.

Al-kisah, ketika Mbah Lerik telah masuk Islam dengan membaca Bismillah dan Dua Kalimah Syahadah, pembacaan doa dan selamatan, rambut serta kuku baru dapat dipotong oleh putranya sendiri K. Abdul Ghoni, namun alangkah terkejutnya bersamaan dengan jatuhnya potongan rambut dan kuku menimbulkan suara gemuruh bagaikan terjadi gempa, sehingga orang-orang panik mencari perlindungan. Kemudian potongan rambut dan kuku diangkat oleh dua orang santri, ternyata tidak mampu, baru setelah empat puluh santri bersama-sama mengangkat, baru rambut dapat dipikul berkeliling mengitari Masjid Dusun Kramat ditandai batu dan pohon ubi.

Pernikahan Pertama KH.R. Abdul Fattah

Di Dusun Kramat KH.R. Abdul Fattah melangsungkan pernikahan dengan seorang putri bernama Siti 'Aisyah binti K. Abdul Ghoni bin Lerik Kartawasesa dengan disaksikan oleh para auliya'. Adapun silsilah dari ibu Siti 'Aisyah adalah putri Khofsah binti K. Jogonolo Sabuk Alu dari Desa Kaliabu Kecamatan Salaman Kabupaen Magelang.

Alkisah K. Jogonolo Sabuk Alu termasuk orang sakti, yang pada waktu itu turut berjuang sebagai pengikut setia Pengeran Diponegoro. Pada saat Mbah Nolo disuruh untuk berjaga melawan Belanda, karena tergesah akan berangkat maka mengambil antan (dalam bahasa jawa alu) sebagai ikat pinggang dan lumpang sebagai topinya. Sehingga sampai sekarang terkenal dengan nama K. Jogonolo Sabuk Alu.

KH.R. Abdul Fattah pindah ke Dusun Sigedong

Setelah bermukim beberapa tahun KH.R. Abdul Fattah bersama keluarga di Dusun Kramat, penguasa pemerintah kabupaten mengumumkan, siapa saja yang dapat mengusir mahkluk-makhluk yang sangat mengganggu ketentraman manusia di bukit Sigedong, maka tanah tersebut akan diberikan sebagai tanah Keputihan, artinya bebas pembayaran pajak.

Mengingat bahwa keadaan hutan tersebut sangat gawat, lagi wingit dan tidak sembarang orang berani mendekat lebih-lebih memasukinya dikhawatirkan hilang tanpa jejak, maka oleh Glondong (kepala desa Tegalgot) bernama R. Surowikromo kemudian menunjuk KH.R. Abdul Fattah adalah satu-satunya yang berani dan dapat mengusir serta membebaskan kerajaan jin penghuni tanah tersebut, kemudian setelah tanah aman dijadikan pemukiman hingga sekarang, terutama cucu, buyut dan seterusnya keturunan KH.R. Abdul Fattah kemudian oleh Glondong R. Surowikromo dijadikan besan.

KH.R. Abdul Fattah Mendirikan Pondok Pesantren

Dusun Sigedong Baturono setelah dijadikan pemukiman oleh KH.R. Abdul Fattah bersama keluarganya, kemudian beliau membangun sarana tempat ibadah berupa masjid dan pondok pesantren pada tahun 1831 M. Santrinya berduyun-duyun berdatangan dari berbagai penjuru daerah untuk menimba ilmu, mengaji di pondok pesantren tersebut. Pondok pesantren inilah yang merupakan pondok pesantren pertama di Kabupaten Wonosobo.

Para santri mengaji untuk memperdalam ilmu agamanya sampai bertahun-tahun hingga menumbuhkan banyak ulama-ulama dan mubaligh yang menyebar ke berbagai penjuru daerah khususnya Wonosobo. Bahkan ada pula para santri yang 'alim yang diambil menantu oleh KH.R. Abdul Fattah.

Adapun para putra-putri yang telah dewasa disebar untuk mengembangkan ajaran syari'at agama Islam, diantaranya adalah:

  1. KH.R. Musthofa di Wonosobo
  2. K.R. Moch. Fadlil di Wadaslintang
  3. K.R. Djazuli di Kaliwiro
  4. K.R. Jusran di Ngasian Loano
  5. Ny. R.A. Moch. Mufid di Gemawang Sapuran
  6. Ny. R.A. Ali Ibrohim di Kragan Margoyoso
  7. Ny. R.A. Abdul Kadir di Kuwaraan Kajoran
  8. Ny. R.A. Ngalwi di Setuhu Kajoran
  9. Ny. R.A. Abdul Manan di Kedu Temanggung
  10. Ny. R.A. Burhan di Wonosobo
  11. Ny. R.A. Kustontijah di Kalisuren Kertek
  12. Ny. R.A. Badaruddin di Kadirejo Solo
  13. Ny. R.A. Abdul Khanan di Ngalian Wadaslintang

Nama Seluruh Para Putra-Putri KH.R. Abdul Fattah

KH.R. Abdul Fattah memiliki empat orang istri dan menurunkan dua puluh dua orang putra-putri. Adapun nama-nama urutannya adalah sebagai berikut:

Pernikahan Pertama

Pernikahan yang pertama KH.R. Abdul Fattah dengan Ny. Siti 'Aisyah keturunan dari simbah Lerik Kertowaseso dan keturunan dari Mbah Jogonolo Sabuk Alu dikaruniai sepuluh orang putra-putri, yaitu sebagai berikut:

  1. H. R. Mohamad Amin di Sigedong
  2. Ny. R.A. Mohamad Mofid di Gemawang
  3. K.H.R. Musthofa di Wonosobo
  4. K.H.R. Abudarda’ di Sigedong
  5. K.R.. Mohamad Fadlil di Wadaslintang
  6. Ny. R.A. Ali Ibrohim di Kragen Salaman
  7. Ny. R.A. Rofingi di Sigedong
  8. Ny. R.A. Abdul Kadir di Kuwaraan Kajoran
  9. K.R. Djazul al Jabrohim di Kaliwiro
  10. Ny. R.A. Ngalwi di Setuhu Kajoran

Istri pertamanya ini sering disebut Simbah Kulon, karena letak rumahnya di sebelah barat jalan, sebelah utara masjid Sigedong.

Pernikahan Kedua

Pernikahan yang kedua KH.R. Abdul Fattah dari desa Pasekan di karuniai delapan orang putra-putri, yaitu sebagai berikut:

  1. KH. Ngusman di Siblembeng
  2. KH. Irsyad di Sigedong
  3. Ny. R.A. Abdul Manan di Kedu Temanggung
  4. K.R. Mohamad Said di Sigedong
  5. Ny. R.A. Burhan di Wonosobo
  6. Ny. R.A. Kostantiyah di Kalisuren Kertek
  7. Ny. R.A. Badaruddin di Kadirejo Solo
  8. K.R. Taftazan di Sigedong

Istri kedua ini sering disebut mbah wetan karena letak rumahnya di sebelah timur jalan, sebelah timur masjid Sigedong.

Pernikahan Ketiga

Pernikahan yang ketiga dari Desa Tegalgot dikaruniai seorang putra, yaitu:

  1. K.R. Mohamad Tohir di Sigedong.

Pernikahan Keempat

Pernikahan yang keempat dari Desa Kaliwuluh dikaruniai tiga orang putra-putri, yaitu sebagai berikut:

  1. Ny. R.A. Abdul Chanan di Ngalian Wadaslintang
  2. K.R. Tamhid di Sigedong
  3. K.R. Yusran di Ngasinan Loano

Adapun keturunan KH.R. Abdul Fattah hingga sekarang telah mencapai ribuan orang dan menyebar keseluruh penjuru tanah air, bahkan manca negara.

Silsilah KH.R. Abdul Fattah

Panji leluhur KH.R. Abdul Fattah terdiri dari keturunan R. Sunan Kalijaga, Prabu Brawijaya V Majapahit, dan Sinuhun Prabu Mangkurat Jawi (Mangkurat Mas) di Kartosuro.

Silsilah dari R. Sunan Kalijaga

R. Sunan Kalijaga berputra K.T. Selamanik, berputra K.A. Surawedana, berputra K.T. Jaganegara, berputra R.A. Endangkoro, berputra R.A. Kenangawati, berputra R.A. Kenangawulan yang kemudian diperistri R. Sutomarto I, dari Prabu Brawijaya V di Majapahit, menurunkan R. Sutomarto II (Asmorosufi), berputra KH.R. Marhamah, berputra KH.R. Abdul Fattah (putra ketiga dari KH.R. Marhamah).

Silsilah dari Prabu Brawijaya V Majapahit

Prabu Brawijaya V berputra R. Bondan Gejawan, berputra K.A. Getas Pendawa, berputra K.A. Selo, berputra K.A. Nis (Hanis), berputra K.A. Karontangan, berputra K.A. Surogati, berputra R.T. Martoyudo berputra R.Ng. Sutomarto, berputra R.Ng. Martodipo, berputra R. Sutomarto I, kemudian beristri R.A. Kenangawulan keturunan dari R. Sunan Kalijaga, menurunkan R.Sutomarto II (Asmorosufi), kemudian beristri R.A. Sri Kuning, keturunan dari Prabu Mangkurat Jawi Kartosuro, berputra K.H.R. Marhamah, yang berputra K.H.R. Abdul Fattah.

Silsilah dari Sinuwun Prabu Mangkurat Jawi

Prabu Mangkurat Jawi di Kartosuro berputra R.A. Mangkuprojo, berputra R.A. Branti, Berputra R.A. Wiroduto, berputra R.A. Sri Kuning, berputra KH.R. Marhamah, berputra KH.R. Abdul Fattah.

Perjalanan R. Sutomarto II (K.R. Asmorosufi) Hijrah dari Keraton Ngayogyakarta

K.R. Sutomarto alias K.R. Asmorosufi adalah pewaris Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, keturunan dari Prabu Brawijaya V Majapahit Kertabumi tahun 1468-1478 M grad ke 11, yang bermukim di dalam kraton bersama para warga, keluarga dan para punggawa yang hidup serba kecukupan aman damai tak kurang suatu apapun.

Beliau adalah seorang ulama besar lagi alim dan memiliki sifat patriot sebagai pejuang yang cukup tinggi, maka sifat-sifat yang demikian itu diwariskan kepada putra dan keturunannya yang kemudian menjadi pejuang dalam segala bidang pada masyarakat, terutama bidang spiritual keagamaan.

Perang Melawan Penjajah Belanda

Ketika Pangeran Diponegoro berperang melawan penjajah Belanda bersama-sama KH.R. Asmorosufi yang diikuti pula oleh seorang putra, yaitu KH.R. Marhamah beserta istri dan empat orang putranya bersama-sama meninggalkan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kafilah K.R. Asmorosufi menuju Desa Pasekan Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang.

Di Dusun Pasekan ini K.R. Asmorosufi bersama keluarganya singgah bermukim untuk sementara waktu, yang kemudian melanjutkan perjalanan melewati Borobudur hingga sampai di Desa Menoreh. Di Desa Menoreh ini Pangeran Diponegoro dan para prajuritnya serta dengan Kafilah K.R. Asmorosufi mengadakan strategi untuk bergerilya melawan penjajah Belanda, hingga bala tentara Belanda mengalami banyak korban. Di tengah berkecamuknya peperangan Pangeran Diponegoro bersama-sama pengikutnya masih menyempatkan waktunya untuk membangun sarana tempat ibadah yaitu mendirikan sebuah langgar sebagai tempat mujahadah, langgar tersebut dinamakan Langgar Agung PNP Diponegoro, terletak di Desa Menoreh Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang. Kurang lebih 100 meter dari tepi jalan raya menuju Borobudur.

Berpisahnya Pangeran Diponegoro dengan Kafilah K.R. Asmorosufi

Dengan semangat juangnya para pejuang perang gerilya melawan penjajah Belanda, kemudian berpisahlah Pangeran Diponegoro dengan Kafilah K.R. Asmorosufi dan keluarga di Desa Menoreh. Selanjutnya K.R. Asmorosufi melanjutkan perjalanannya melalui Desa Salaman terus ke selatan menuju Desa Kaliabu, kemudian menuju ke arah barat berjalan kaki melalui perbukitan hutan rimba menuju Dusun Kramat, yaitu daerah perbatasan antara Kabupaten Magelang dan Kabupaten Wonosobo, waktu itu kurang lebih adalah tahun 1830.

R. Syamsul Ma’arif (KH.R. Abdul Fattah) adalah seorang pemuda yang sangat gigih berjuang perang secara gerilya melawan penjajah Belanda, sehingga terpisahlah beliau dengan Kafilah K.R. Asmorosufi. Hal ini tercium oleh Belanda sehingga beliau dikejar Belanda dan masuk hutan. Di dalam hutan beliau merasa lelah, kemudian beristirahat dan berlindung, kebetulan ada sebuah pohon besar yang berlubang, maka beliau masuk ke dalam lubang pohon. Dengan kekuasaan dari Alloh SWT lubang pohon itu menutup layaknya rumah tanpa pintu sehingga beliau dapat istiqomah beribadah kepada Allah SWT. Bala tentara Belanda yang merasa kehilangan jejak padahal mereka mellewati pohon tempat K.H.R. Abdul Fattah bersembunyi. Akhirnya bala tentara Belanda pulang tanpa membawa hasil apapun.

Setelah perang gerilya reda dan Belanda mengadakan perjanjian damai dengan cara tipu muslihatnya di daerah Magelang kepada para tokoh pejuang kemerdekaan. Maka keluarlah beliau dari dalam pohon. Kemudian berjalan menelusuri bukit hutan yang akhirnya bertemu dengan keluarga beliau K.R. Asmorosufi dan keluarga Mbah Lerik Kertowaseso di Dusun Kramat. Di Dusun Kramat inilah tempat mengadakan musyawarah dan tempat mengadakan strategi perjuangan dan pengembangan agama Islam.

K.R. Asmorosufi didampingi K.H.R. Marhamah beserta keluarga, semuanya dapat bermukim sampai beberapa tahun lamanya di Dusun Kramat, dan ketika itu pula telah bermukimnya K. Abdul Ghoni, beliau termasuk ulama besar yang telah membebaskn pekarangan dari penghuni mahkluk-mahkluk gaib serta mendirikan masjid di Dusun Kramat. K. Abdul Ghoni pertama kali mengajarkan syari’at agama Islam yang diikuti oleh para santri dari berbagai penjuru daerah, hingga jumlahnya mencapai empat puluh santri. K. Abdul Ghoni meninggal dan dimakamkan di pemakaman Dusun Kramat Desa Wuwuharjo.

Selanjutnya dari Dusun Kramat ini keluarga K.R. Asmorosufi disebar, berpencar meneruskan perjalanan menuju pemukiman yang terakhir adalah sebagai berikut:

  1. K.R. Asmorosufi yang diikuti oleh seorang putra, yaitu KH.R. Marhamah bersama istri dan seorang putra yang bernama R. Syukur Sholeh meneruskan perjalanan ke arah barat, melalui Desa Sirandu. Desa Kagungan, Desa Kaliwuluh, terus ke barat melalui Desa Tegalgot, Dusun Mranggen, belok ke utara menuju Desa Surojoyo, kemudian belok ke arah barat melalui Desa Talunombo, Dusun Bambusari dan akhirnya bermukim hingga wafat di Desa Bendosari Kecamatan Sapuran Kabupaten Wonosobo. Adapun makamnya di sebelah barat masjid dan beliau tidak mau makamnya dicungkup.
  2. R.H. Manshur menuju Wonosobo, beliau mendirikan masjid besar di Kauman Wonosobo pada tahun 1838 M, serta dimakamkan di Dusun Ketinggring Desa Kalianget Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo, yang setiap tanggal 8 bulan syawal diadakan khaul serta pengajian umum bertempat di halaman masjid Al-Manshur yang dikunjungi oleh sebagian besar pengunjung pengajian seton (pengajian hari sabtu).
  3. K.H.R. Abdul Fattah bubak hutan belantara yang terkenal sangat wingit yang terletak di sebelah utara Desa Tegalgot, beliau bermukim bersam keluarga dan mendirikan pondok pesantren serta masjid di Dusun Sigedong Baturono serta menyebarkan ajaran syari’at agama Islam bersama putra-putrinya hingga wafat, beliau dimakamkan di dekat pengimaman masjid Sigedong. Setiap tanggal 21 bulan rajab selalu diperingati khaulnya yang diawali dengan tadarus Al Quran bil Ghaib oleh para hafidz-hafidzah alumnus pondok pesantren Al Asy’ariyah asuhan beliau K.H. Muntaha al Hafidz dari Kalibeber Wonosobo.
  4. R. Mohamad Ansor berjalan menuju Desa Leksono, menyebar luaskan ajaran syari’at agama Islam hingga wafat di Desa Leksono Kecamatan Leksono Kabupaten Wonosobo.

Jalan yang pernah dilalui oleh Kafilah K.R. Asmorosufi kemudian dijadikan jalan provinsi sampai di Dusun Mranggen terus ke barat melalui Dusun Sicantik dan menuju ke Dusun Silento, yaitu jalan raya antara Wonosobo-Purworejo.

Sumber Youtube: Chanel Cak Choiri, silahkan subscibe agar kalian bisa selalu update mengikuti jejak perjalanan beliau dan beliau lebih semangat lagi membuat konten.


Demikian biografi KH.R. Abdul Fattah sebagai seorang mubaligh serta ulama besar yang ikut serta memperjuangkan kemerdekaan melawan penjajah Belanda di samping perjuangan menegakkan syari’at agama Islam memberantas kebathilan.

Hendaknya sebagai generasi sekarang dan mendatang dapat mengambil hikmahnya dari jejak langkah yang baik dari pada suritauladan beliau KH.R. Abdul Fattah.

Semoga artikel ini dapat berguna bagi para pembaca dan bermanfaat. Harapan dari kami penghimpun biografi ini dalam menyajikan sekelumit naskah ini, semoga generasi yang akan datang dan merupakan generasi penerus dapat mengenal kisah dan sejarah dari leluhurnya.

Sumber: Biografi KHR. Abdul Fattah Sigedong Tegalgot Kepil Wonosobo

Info! Terima kasih telah membaca artikel kami yang berjudul: Biografi KHR. Abdul Fattah Sigedong Tegalgot Kepil Wonosobo, jangan lupa + IKUTI website kami dan silahkan bagikan artikel ini jika menurut Anda bermanfaat. Simak artikel kami lainnya di Google News.
Artikel Terkait

Tentang penulis

elzeno.id
Pengalaman Adalah Guru Terbaik. Maka, Kita Pasti Bisa Kalau Kita Terbiasa. Bukan Karena Kita Luar Biasa. Setinggi Apa Belajar Kita, Tidahlah Menjadi Jaminan Kepuasan Jiwa, Akan Tetapi Yang Paling Utama Adalah Seberapa Besar Kita Bermanfaat Untuk Ses…

Posting Komentar