Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terkenal dalam jajaran Walisongo, yakni yang berperan besar dalam menyebarkan agama Islam terutama di Pulau Jawa.
Eksistensi dan penyebaran agama Islam di Nusantara ini tidak semata-mata datang begitu saja, tetapi juga dilakukan oleh beberapa orang yang tidak sembarangan. Salah satunya adalah Sunan Kalijaga yang hingga sekarang masih dihormati oleh para umat Islam. Bahkan, makamnya tidak pernah sepi dari kehadiran para peziarah. Lalu bagaimana sih masa hidup dari Sunan Kalijaga ini? Apakah Sunan Kalijaga masih memiliki keterkaitan dengan sunan-sunan dari Walisongo lainnya? Bagaimana pula akan karya Beliau yang masih dilestarikan hingga sekarang? Nah, supaya kalian memahami siapa Beliau dan mengetahui apa saja karyanya, yuk simak ulasan berikut ini!
Masa Kecil Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1400-an dari keluarga bangsawan Tuban, yakni dari seorang bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta dan istrinya yang bernama Dewi Nawangrum. Kala itu, nama kecil Beliau adalah Raden Sahid (dalam beberapa literatur, dieja sebagai Raden Said). Berhubung Beliau ini adalah keturunan bangsawan, maka Beliau memiliki sejumlah nama, sebut saja ada Lokajaya, Syaikh Malaya, Pangeran Tuban, Ki Dalang Sida Brangti, dan Raden Abdurrahman.
Terkait akan asal-usul Beliau, ternyata terdapat dua pendapat yang berbeda. Pendapat pertama mengatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab dan Jawa asli. Sementara pendapat lain yang didasarkan pada Babad Tanah Jawi, mengungkapkan bahwa Sunan Kalijaga adalah orang Arab. Bahkan jika dirunut akan silsilah dari kakeknya, Sunan Kalijaga masih memiliki silsilah dengan Abbad bin Abdul Muthalib, paman dari Nabi Rasulullah SAW.
Sunan Kalijaga sejak kecil sudah diperkenalkan akan agama Islam oleh guru agamanya. Tujuannya adalah supaya nilai-nilai dasar Islam dari Al-Quran dan Hadist Rasulullah SAW dapat menjadi pedoman hidup beragama yang baik bagi Beliau. Selain itu, sejak kecil Beliau juga telah diajarkan untuk memiliki jiwa kepemimpinan terutama dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Terbukti, Beliau selalu menjadi pemimpin atau pencetus ide ketika tengah bermain dengan teman-teman sebayanya. Namun, Beliau tidak pernah merasa sombong dan tetap merasa rendah hati, sehingga disukai oleh teman-temannya.
Biografi Singkat Sunan Kalijaga
Dalam beberapa sumber, menyebutkan bahwa masa muda dari Sunan Kalijaga ini terdapat dua versi. Pada versi pertama, mengatakan bahwa Sunan Kalijaga yang kala itu masih menggunakan nama Raden Said adalah seolah pencuri. Namun, Beliau melakukan perampokan dan pencurian ini bukan untuk dinikmatinya sendiri, melainkan untuk rakyat kecil. Kala itu, Raden Said yang telah mendapatkan pendidikan agama sejak kecil, khawatir akan kondisi masyarakat Tuban yang selalu diliputi oleh kemiskinan dan membuat jiwanya memberontak. Raden Said tentu saja sudah menyampaikan kekhawatirannya tersebut ayahnya, tetapi sang Ayah hanyalah raja bawahan dari kekuasaan Kerajaan Majapahit pusat.
Kemudian, rasa solidaritas dan simpati dari Raden Said kepada rakyat Tuban membuat Beliau melakukan aksi nekat berupa pencurian bahan makanan di gudang Kadipaten. Setelah melakukan pencurian, Raden Said secara diam-diam membagikannya kepada rakyat Tuban. Namun, aksi tersebut diketahui oleh penjaga Kadipaten hingga menyebabkan Beliau mendapatkan hukuman berupa pengusiran dari Tuban.
Setelah pengusiran tersebut, Raden Said mengembara tanpa tujuan yang pasti tetapi tetap dengan misi yang sama, yakni merampok dan mencuri demi kepentingan rakyat kecil. Kemudian Beliau menetap di hutan Jatiwangi, menjadi seorang berandal yang merampok orang-orang kaya yang melewati daerah hutan tersebut. Sementara dalam versi kedua mengungkapkan bahwa sejak kecil, Raden Said adalah sosok yang nakal dan tumbuh menjadi seorang yang sadis. Beliau bahkan dikatakan pernah membunuh orang dan mendapatkan julukan Brandal Lokajaya.
Singkat cerita, kenakalan Raden Said berhenti setelah bertemu dengan Sunan Bonang dan bertobat. Berdasarkan Serat Lokajaya, kala itu Raden Said tengah bersembunyi di hutan sambil mengintai calon mangsa yang lewat. Kebetulan, saat itu terdapat orang tua yang menggunakan pakaian serba gemerlap yang tak lain adalah Sunan Bonang. Lantas, Raden Said langsung mendekat dan merampas harta dari Sunan Bonang, tetapi sang Sunan telah mengetahui niatnya tersebut dan mengeluarkan kesaktiannya dengan menjelma menjadi empat wujud. Melihat hal itu, Raden Said merasa ketakutan dan melarikan diri. Namun, kemanapun dirinya pergi, selalu berhasil dihadang oleh Sunan Bonang. Hingga pada keadaan terpojok, Raden Said merasa takut dan bertaubat kepada Yang Maha Kuasa.
Setelah peristiwa tersebut, Raden Said diangkat menjadi murid dari Sunan Bonang, dengan syarat bahwa Raden Said harus menunggu Sunang Bonang di pinggir sungai sambil menjaga tongkat miliknya. Penantian Raden Said di pinggir kali itulah yang menjadikannya disebut sebagai Kalijaga yang berarti menjaga kali (sungai).
Menurut sejarah, Sunan Kalijaga memiliki tiga orang istri, yakni Dewi Sarah, Siti Zaenab, dan Siti Hafsah.
- Dari pernikahannya dengan Dewi Sarah, Beliau memiliki 3 anak yakni Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rukayah, dan Dewi Sofiah.
- Sementara itu, dari pernikahannya dengan Siti Zaenab (anak dari Sunan Gunungjati), Beliau dikaruniai 5 anak yakni Ratu Pembayun, Nyai Ageng Panegak, Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang.
- Lalu dari pernikahannya dengan Siti Khafsah belum diketahui secara jelas siapa nama putranya. Perlu diketahui bahwa Siti Khafsah ini adalah putri dari Sunan Ampel.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun, yakni sekitar pertengahan abad ke-15 sampai akhir abad 16. Dengan demikian, Beliau juga telah mengalami masa akhir dari kekuasaan Kerajaan Majapahit tepatnya pada 1478. Bahkan Beliau juga ikut dalam upaya merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Sunan Kalijaga kemudian wafat sekitar tahun 1680 pada usia 131 tahun. Beliau dimakamkan di Desa Kadilangu yang terletak di Demak.
Guru Sunan Kalijaga
Dalam beberapa catatan sejarah, Sunan Kalijaga juga memiliki banyak guru lho terutama dalam upayanya menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Nah, beberapa guru tersebut adalah:
Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah sosok guru yang memberikan nama Sunan Kalijaga kepada Raden Said ini. Sunan Bonang berperan menjadi seorang guru yang mampu mengubah kenakalan Sunan Kalijaga menjadi sosok yang patut diteladani hingga saat ini. Kala itu, atas dakwah Sunang Bonang yang mana mampu menunjukkan kesaktiannya dalam mengubah buah aren menjadi emas, membuat Raden Said bertaubat dan berusaha menjadi orang yang lebih baik. Bahkan, atas hal itu pula, Raden Said yang berubah julukannya menjadi Sunan Kalijaga pun turut menjadi anggota dari Wali Songo.
Melihat kearifan ilmu dari Sunan Bonang menyebabkan Raden Said ingin belajar dengannya. Sunan Bonang tentu saja mau menerima Raden Said untuk menjadi muridnya, dengan syarat bahwa dirinya harus bertapa di pinggir sungai hingga Sunan Bonang menemuinya kembali. Setelah penantiannya di pinggir sungai itu, Sunan Bonang menemui Raden Said kembali dan membawanya menuju Ngampel Gading untuk mendapatkan pembelajaran agama.
Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar adalah sosok guru yang mengajari Sunan Kalijaga akan ilmu Ilahi. Beliau ini juga merupakan orang pertama di Pondong Giri Amparan Jati.
Syekh Sutabaris
Syekh Sutabaris adalah seorang guru agama yang tinggal di Pulau Upih yang terletak di kota Malaka sekaligus menjadi pusat perdagangan kala itu. Di pulau tersebut, Sunan Kalijaga mendapatkan perintah dari Beliau supaya dirinya kembali ke Jawa dan membangun masjid sekaligus menjadi penggenap dari Wali Songo. Sekembalinya Sunan Kalijaga ke Jawa, kemudian menetaplah di Cirebon dan bertemu dengan Sunan Bonang. Desa tempat bertemunya tersebut dikenal dengan desa Kalijaga.
Sunan Gunung Jati
Berdasarkan Hikayat Hasanuddin, kehadiran Sunan Kalijaga di daerah Cirebon adalah untuk menyebarkan agama Islam sekaligus menuntut ilmu kepada Sunan Gunung Jati. Bahkan disebutkan pula bahwa Sunan Bonang beserta keluarga, Sunan Kalijaga, dan Pangeran Kadarajad (Sunan Drajad) juga turut berguru pada Sunan Gunung Jati. Kemudian, putri dari Sunan Gunung Jati yang bernama Siti Zaenab diperistri oleh Sunan Kalijaga dan dikaruniai 5 anak.
Strategi Dakwah Sunan Kalijaga
Perlu diketahui bahwa pada saat itu, masyarakat Indonesia ini masih memiliki kepercayaan dinamisme, animisme, dan Budha. Sehingga strategi utama dalam proses menyebarkan dakwah agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga adalah berupa menggunakan pertunjukan wayang. Kala itu, pertunjukan wayang sangat digemari oleh masyarakat yang masih menganut kepercayaan agama lama. Mengingat ajaran Islam yang hendak disampaikan kepada masyarakat memang harus diberikan sedikit demi sedikit sehingga mereka akan mudah dalam mengamalkan ajaran agama Islam.
Strategi dakwahnya diawali dengan mengajari masyarakat membaca kalimat syahadat terlebih dahulu dengan hati ikhlas supaya mereka dapat masuk Islam secara agama. Kemudian selama berdakwah, Sunan Kalijaga mengenalkan agama Islam kepada masyarakat melalui pertunjukan wayang. Dengan kemampuannya menjadi berlakon wayang, Sunan Kalijaga berdakwah menggunakan nama samaran, salah satunya adalah Ki Dalang Bengkok di daerah Tegal.
Kepopuleran Sunan Kalijaga menyebarkan ajaran agama Islam menggunakan lakon wayang sangat menarik perhatian masyarakat banyak. Bahkan jika Beliau melakukan pentas di suatu desa, masyarakat akan berbondong-bondong untuk menonton pertunjukan Beliau. Beliau juga tidak pernah menarik bayaran di pertunjukan wayangnya. Nah sebagai ganti bayarannya, Beliau meminta kepada seluruh masyarakat yang datang menonton untuk bersyahadat dan mengucapkan sumpah pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT sekaligus mengakui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya.
Cara berdakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga terlihat sangat luwes, sehingga masyarakat Jawa yang kala itu masih banyak menganut kepercayaan lama tidak merasa bahwa kehadiran dakwah Beliau menentang adat-istiadat. Lagipula, Sunan Kalijaga juga mendekati masyarakat dengan cara halus, disertai pula pakaiannya yang tidak berupa jubah supaya masyarakat tidak merasa “ketakutan” akan kehadirannya. Pakaian yang digunakan oleh Sunan Kalijaga bukanlah jubah besar, melainkan pakaian adat Jawa sehari-hari. Selain itu, Beliau juga memanfaatkan kesenian rakyat dan tembang-tembangnya sebagai alat dakwah. Di masyarakat Jawa, Sunan Kalijaga dianggap sebagai wali yang paling populer dan sebagai guru agung.
Karya Sunan Kalijaga
Selama menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa, Sunan Kalijaga selalu menggunakan kesenian budaya Jawa dan meninggalkan banyak karya. Bahkan di tempat-tempat tertentu, ajarannya tersebut masih dipelajari dan digunakan hingga zaman sekarang ini. Nah, berikut adalah beberapa karya dari Sunan Kalijaga yang sudah tak asing lagi di mata masyarakat Nusantara, yakni:
Seni Wayang
Proses penyebaran agama Islam di masyarakat Jawa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga ini memanfaatkan kebudayaan setempat dalam bentuk wayang. Sebelumnya, wayang kulit di Tanah Jawa ini selalu bersumberkan cerita akan Ramayana dan Mahabarata. Nah, untuk kepentingan dakwah ini, Sunan Kalijaga memberikan pertunjukan wayang dengan corak Islam sehingga muncul lakon wayang seperti Jimat Kalimasada, Dewa Ruci, dan Punakawan. Jimat Kalimasada adalah bentuk perlambangan dari kalimat syahadat, yang mana terdapat nyanyian Kidung Rumekso Ing Wengi.
Sunan Kalijaga menjadikan lakon wayang tersebut sebagai media dakwah penyebaran agama Islam. Dalam pewayangan ini, hampir seluruhnya mementaskan kisah tentang tasawuf dan akhlakul karimah yang berkaitan dengan kebatinan. Berhubung masyarakat pada kala itu adalah pemeluk Budha atau Hindu, sehingga pengajaran tentang kebatinan adalah hal yang cocok.
Seni Ukir
Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Kalijaga juga menghasilkan karya berupa seni ukir dengan bentuk dedaunan. Sejak para Wali ini datang ke Nusantara dan mengembangkan dakwah Islam, seni ukir yang berbentuk manusia dan hewan sudah tidak dipergunakan lagi. Seni ukir dedaunan ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga yang hingga saat ini masih dapat ditemui dalam alat musik gamelan dan rumah-rumah adat di sekitar Demak dan Kudus.
Seni Gamelan
Sunan Kalijaga juga menciptakan alat musik gamelan yang mana berupa gong sekaten dan diberi nama Syahadatain, bermakna sebagai pengucapan dua kalimat Syahadat. Pada zaman sekarang ini, gong tersebut ditabuh pada perayaan Maulid Nabi di sekitaran halaman Masjid Agung Demak. Tujuannya adalah untuk mengundang masyarakat supaya berkumpul di masjid guna mendengarkan ceramah keagamaan.
Seni Suara
Sunan Kalijaga juga banyak lho menciptakan karya berupa seni suara, bahkan lagu-lagunya telah dijadikan sebagai lagu tradisional di daerah-daerah tertentu. Sebut saja adalah Ilir-Ilir, Gundul-Gundul Pacul, Kidung Rumeksa ing Wengi, Lingsir Wengi, dan Suluk Linglung. Bahkan, Sunan Kalijaga juga turut serta dalam penciptaan tempat macapat Dhandhanggula yang mana memiliki kolaborasi melodi Arab dan Jawa.
Baju Takwa
Sunan Kalijaga menjadi salah satu anggota dari Wali Songo yang memiliki ciri khas yakni cenderung akomodatif terhadap tradisi Jawa. Bahkan dalam cara berpakaiannya, Sunan Kalijaga selalu menggunakan blangkon. Hal ini jelas berbeda sebab para wali lainnya cenderung memakai jubah. Sunan Kalijaga juga diyakini sebagai pencipta baju takwa yang kemudian disempurnakan oleh Sultan Agung. Hingga saat ini, baju takwa ini dijadikan sebagai pakaian adat dan digunakan ketika melangsungkan pernikahan. Saat ini, baju takwa lebih dikenal dengan Surjan.
Nah, itulah ulasan mengenai biografi dari Sunan Kalijaga sebagai salah satu jajaran dari Wali Songo yang berperan serta dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, terutama di Tanah Jawa. Apakah kalian pernah mengikuti kunjungan ziarah di makam Sunan Kalijaga?